Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Profil Sarwo Edhie Wibowo, Pemimpin Operasi Penumpasan G30S/PKI
1 Oktober 2020 18:02 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang berhasil ditumpas dalam waktu singkat tidak lepas dari campur tangan Sarwo Edhie Wibowo. Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia mendapat informasi tentang peristiwa mengenaskan yang menimpa Jenderal Ahmad Yani.
ADVERTISEMENT
Tak butuh waktu lama, Sarwo Edhie Wibowo yang kala itu merupakan komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menyusun strategi untuk menggagalkan G30S/PKI. Di bawah komandonya, RPKAD berhasil merebut stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) dan Kantor Telekomunikasi yang sempat diduduki pemberontak.
Sarwo Edhi sendiri merupakan ayah kandung Kristiani Herrawati atau lebih dikenal sebagai Ani Yudhoyono, istri presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk mengenang jasa sang pahlawan, simak profil Sarwo Edhie Wibowo berikut ini:
Bersekolah di HIS
Dikutip dari buku Biografi Sarwo Edhie Wibowo: Kebenaran di Atas Jalan Tuhan karya Bahrudin Supardi, Sarwo Edhie Wibowo lahir di Desa Pangen Juru Tengah, Jawa Tengah pada 25 Juli 1927. Ayahnya, Raden Kartowilogo merupakan Pegawai Negeri Sipil dalam pemerintahan Belanda.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Raden Kartowilogo dapat memasukkan puteranya ke HIS (Hollandsch Inlandsche School), sekolah yang sebagian besar siswanya merupakan anak-anak pejabat desa. Ketika remaja, Sarwo Edhie tertarik terjun ke dunia militer.
Karier Militer Sarwo Edhie Wibowo
Ia kemudian mendaftarkan diri untuk menjadi tentara Heiho, yakni tentara pembantu pasukan Jepang. Ia kemudian mendaftarkan diri sebagai prajurit Pembela Tanah Air (PETA). Dalam pelatihan militer tersebutlah Sarwo Edhie bertemu dengan Ahmad Yani yang senasib dengannya.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Sarwo Edhie bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Masih dikutip dari buku yang sama, setelah pemerintah Indonesia meresmikan BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Sarwo Edhie mendapat pangkat Kapten.
Berikut adalah jabatan yang disandang Sarwo Edhie di ketentaraan:
ADVERTISEMENT
Sarwo Edhie dan Pemberantasan G30S
Sarwo Edhie dan sejumlah perwira berkumpul untuk mendengarkan siaran RRI yang mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi oleh Letkol Untung.
Pada 1 Oktober 1965 petang, dua kompi pasukan Sarwo Edhie mulai melakukan pergerakan operasi perebutan Gedung RRI dan Kantor Telekomunikasi. Sekitar pukul 19.20 Gedung RRI berhasil diambil alih oleh Sarwo Edhie dan pasukannya tanpa perlawanan.
Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah menjadi sasaran pasukan RPKAD berikutnya karena diketahui tempat tersebut menjadi basis kekuatan G30S. Dan disanalah D.N Aidit, Sjam Kamaruzaman, Latief, dan Letnan Kolonel Untung berada. Setelah terlibat baku tembak dengan pemberontak, kondisi Jakarta akhirnya terkendali.
ADVERTISEMENT
Menurut Laporan Direktur Intel AURI (seperti tertulis dalam dokumen rahasia Kedubes AS bernomor RG 84, Entry P 339, Jakarta Embassy Files, Box 14, Folder 4 pol 23-9 September 30th Mvt November 1-9, 1965), Sarwo Edhi kemudian memimpin pasukan ke Jawa Tengah untuk memburu anggota PKI.
Di bulan-bulan berikutnya, penumpasan orang-orang yang tertuduh sebagai PKI terus terjadi. Dikutip dari dokumen Kolektif Info Coup d'etat 65, sebelum kematiannya pada 1989, Sarwo Edhie memberi pengakuan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa tiga juta orang tewas dalam misi penumpasan PKI tersebut.
Ayah Mertua Susilo Bambang Yudhoyono
Sarwo Edhie menikah dengan Sunarti Sri Hadiyah. Ia dikaruniai tujuh orang anak, salah satunya yaitu Kristiani Herrawati. Pada 1976, Kristiani Herrawati menikah dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke-6.
ADVERTISEMENT
(ERA)