Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Proses Islamisasi di Indonesia Melalui Kesenian: dari Wayang hingga Seni Sastra
6 Mei 2021 18:19 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mayoritas sejarawan bersepakat bahwa Islam di Indonesia disebarkan dengan cara yang damai. Selain itu nilai-nilai Islam yang universal membuatnya mudah diaplikasikan dalam berbagai situasi dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mengutip jurnal Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Diskursus Para Sejarawan) oleh Husaini Husda (2016), menurut Hasan Mu’arif Ambary, proses Islamisasi Indonesia terbagi dalam tiga fase, yaitu fase kehadiran para pedagang Muslim yang diduga terjadi sebelum abad ke-13 M, fase terbentuknya kerajaan Islam yang berlangsung antara abad 13 M-16 M, dan fase pelembagaan Islam.
Salah satu media dakwah yang digunakan untuk mengajarkan agama Islam adalah kesenian . Kala itu, kebudayaan Hindu mengakar sangat kuat. Para pendakwah tidak mengubah kebudayaan yang telah ada, namun memanfaatkannya untuk menyebarkan agama Islam.
Supaya lebih paham, simak penjelasan lengkapnya yang dikutip dari jurnal Analisis Historis terhadap Corak Kesenian Islam Nusantara karya Nurrohim dan Fitri Sari Setyorini (2018):
ADVERTISEMENT
Proses Islamisasi Melalui Seni Wayang Kulit
Pertunjukan wayang sudah populer di masa pra-Islam. Pertunjukan ini oleh Sunan Kalijaga kemudian disisipi dengan ajaran Islam. Mengutip jurnal Dakwah Sinkretis Sunan Kalijaga oleh Supriyanto (2009) Sunan Kalijaga tidak meminta uang sebagai bayaran.
Persyaratan untuk menonton pertunjukan wayangnya adalah dengan membaca kalimat syahadat. Beliau juga menyisipkan ajaran Islam dalam kisah Mahabharata. Misalnya Yudistira yang diberi pustaka bernama Kalimasada, yaitu dua kalimat syahadat.
Seni Musik/Suara
Sunan Kudus melengkapi upacara sekaten yang diperuntukkan sebagai peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan tabuhan gamelan. Dalam bidang seni suara, para wali juga menciptakan tembang yang mudah dinyanyikan.
Sunan Giri menciptakan Sinom yang berisi pesan tentang kehidupan yang abadi, Sunan Bonang menciptakan Durmo yang melambangkan empat tingkat nafsu, dan Sunan Muria menciptkan Pangkur yang memiliki makna pembasmi hati yang jahat.
ADVERTISEMENT
Arsitektur dan Bangunan
Beberapa bangunan peninggalan Islam di Nusantara banyak yang memperlihatkan percampuran arsitektur Islam dengan kepercayaan Hindu Budha. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak "kaget" mengalami perubahan secara mendadak.
Contoh nyatanya adalah Masjid Demak yang tidak menghilangkan ciri arsitektur India Hindu. Ada pula Menara Kudus yang menyerupai bangunan khas Hindu. Masjid yang dibangun juga banyak yang menyerupai rumah adat Nusantara.
Seni Sastra
Kitab-kitab ajaran Islam banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dari bahasa Arab agar isinya mudah dipahami oleh masyarakat. Selain itu beberapa karya sastra yang bernafaskan Islam juga muncul.
Salah satu contohnya adalah Serat Dewa Ruci, berisi cerita pewayangan yang di dalamnya memuat berbagai usaha ke arah tarekat, hakikat, hingga kemakrifatan Islam. Sunan Giri kemudian menulis sebuah kitab ilmu Falak yang oleh Ranggawarsita dinamakan Serat Widya Praddana.
ADVERTISEMENT
(ERA)