Quick Count, Metode yang Bisa Temukan Indikasi Kecurangan Pemilu

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
16 April 2019 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Quick Count. Foto: Widodo S Jusuf/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Quick Count. Foto: Widodo S Jusuf/Antara
ADVERTISEMENT
Quick Count (hitung cepat) bukan hanya metode untuk mengetahui hasil Pemilu jauh lebih cepat. Ternyata, metode tersebut juga bisa membuktikan adanya indikasi kecurangan terkait hasil pemilu.
ADVERTISEMENT
Quick Count tengah jadi pembicaraan menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/4). Sesuai UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, Quick Count hanya boleh diumumkan paling cepat 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Mengingat waktu pemilihan selesai pada pukul 13.00 WIB, Quick Count pun bisa dilakukan pada pukul 15.00 WIB. Beberapa pihak mengaku kecewa dengan keputusan tersebut, tapi tetap siap untuk mematuhi MK.
Sejatinya, Quick Count saat Pemilu berlangsung bisa menghasilkan dampak yang besar. National Democratic Institute (NDI), sebuah lembaga non-profit, non-partisan, dan non-pemerintah yang mendukung penerapan demokrasi pun mengakui manfaat besar dari Quick Count.
Setidaknya, ada empat poin yang dijabarkan NDI dalam handbook berjudul 'The Quick Count and Election Observation: An NDI Guide for Civic Organizations and Political Parties'. Mulai dari mendeteksi kecurangan, mencegah kecurangan, menawarkan prediksi hasil secara tepat waktu, menanamkan kepercayaan dalam proses pemilihan serta hasil resmi, dan melaporkan kualitas proses.
ADVERTISEMENT
"Quick Count adalah motode yang sangat kuat untuk memantau perkembangan di hari pemilihan. Negara-negara di dunia telah menjalankan Quick Count untuk mempromosikan proses pemilihan demokratis dan untuk mendeteksi jika hasil pemilu telah dimanipulasi," tulis NDI yang berbasis di Washington tersebut.
Metode hitung cepat (quick count) yang digunakan NAMFREL untuk Hasil Pilpres 1986. Dok: NAMFREL
Momen ini pun sempat terjadi pada Pilpres 1986 di Filipina. Quick Count yang dilakukan National Citizens Movement for Free Election (NAMFREL) membuktikan adanya manipulasi terkait hasil dari Komisi Pemilu Filipina (Comelec).
Demi mendapatkan hasil yang konkret, NAMFREL sampai menyebar 500 ribu relawannya di berbagai TPS wilayah Filipina. Hasil yang diumumkan Comelec menyatakan Marcos dan Aquino sama kuat pada sehari setelah pemilihan, lalu Marcos dinyatakan menang dengan 10.807.197 juta suara (53,62 persen).
ADVERTISEMENT
Data yang dihasilkan NAMFREL justru berbeda. Mereka mengambil hasil 70 persen dari total TPS di Filipina. Hasilnya quick NAMFREL menunjukkan Aquino menang dengan 7.502.601 suara, sedangkan Marcos mendapatkan 6.787.556 suara.
"Quick Count bisa memproyeksikan atau memverifikasi hasil resmi, mendeteksi, dan melaporkan adanya penyimpangan atau mengekspos kecurangan. Dalam sebagian besar kasus, Quick Count menciptakan kepercayaan diri dalam pekerjaan petugas pemilu dan legitimasi proses pemilu," jelas mereka.
NDI sendiri pun sempat melakukan pemantauan pada Pemilu 1999 di Indonesia. Saat itu mereka berkolaborasi dengan The Carter Center, lembaga serupa. Keduanya bertugas sebagai pemantau asing.