Konten dari Pengguna

Renungan Jumat Agung untuk Mengingat Pengorbanan Yesus Kristus

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
14 April 2022 11:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jumat Agung. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jumat Agung. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Umat Kristen dan Katolik di seluruh Indonesia serentak merayakan Jumat Agung pada Jumat (15/4). Di momen spesial ini, akan diperingati peristiwa kesengsaraan dan wafatnya Yesus Kristus di Bukit Golgotha.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Yesus harus menanggung penderitaan atas pewartaan-Nya dalam memperjuangkan kerajaan Allah. Dalam Yohannes 3: 16 disebutkan bahwa Allah Bapa menyerahkan putra-Nya untuk menderita dan wafat demi keselamatan manusia.
Yesus disalib, mahkota duri ditaruh di atas kepala-Nya, sebatang buluh diletakkan pada tangan kanan-Nya, lalu orang mengejek Yesus, meludahi-Nya, dan memukul kepala Yesus dengan buluh. Dalam banyak ayat Alkitab dikisahkan betapa menderitanya Yesus kala itu.
Di Hari Jumat Agung, umat Kristen dan Katolik bisa memaknai peristiwa wafatnya Yesus Kristus dengan penuh keimanan. Nah, berikut renungan Jumat Agung untuk mengenang pengorbanan Yesus menyelamatkan umat manusia.

Renungan Jumat Agung

Ayat Alkitab

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelematkannya oleh Dia" - Yohanes 3: 16-17
Ilustrasi Jumat Agung. Foto: pixabay

Renungan

ADVERTISEMENT
Perayaan Jumat Agung mengingatkan kita akan pengorbanan Yesus Kristus untuk menyelamatkan umat manusia. Kesetiaan Yesus kepada kehendak Bapa rupanya membawa konsekuensi tragis, yakni penderitaan penyaliban.
Mengutip buku Gegara Pandemik: Terhimpit untuk Melejit susunan Benny D. Setianto (2020), fakta salib adalah kehancuran, pengkhianatan, pengabaian, dan penolakan. Dalam kesengsaraannya, Yesus menyerukan “Eli, Eli, lama sabacthani!” yang berarti “Allah, ya Allahku, mengapa kau tinggalkan aku?”
Seruan tersebut tidak disembunyikan dan dihapus meski diteriakkan oleh Yesus dalam kehancuran dan penderitaan-Nya di kayu salib. Mengapa demikian?
Sebab, Yesus melakukan-Nya demi keselamatan umat manusia yang tidak akan pernah bisa lepas dari masalah, penderitaan, dan kehancuran. Semua itu terjadi demi kita, demi kasih Allah, dan untuk melayani kita.
ADVERTISEMENT
Paus Fransiskus dalam Meminjam homilinya Minggu Palma (2020) mengatakan, Yesus mengalami pengabaian total dalam suatu situasi yang belum pernah la alami sebelumnya untuk menjadi satu dengan kita dalam segala hal.
Ilustrasi Jumat Agung. Foto: pixabay
Dia melakukannya untuk meneguhkan pengharapan kita, di saat kita pun merasa ditinggalkan oleh Allah. Bahkan ketika sedang mengalami berbagai macam penderitaan, kehancuran, dan kematian yang tak lagi sanggup kita tanggung.
Seruan tersebut mengajarkan kita untuk tetap berpengharapan. Seruan Yesus bukanlah jeritan doa keputusasaan, atau ketidakpercayaan akan kehadiran Allah dalam penderitaan, kehancuran, dan kematian.
Sebaliknya, jeritan doa itu menjadi jeritan pengharapan, pembelajaran, bahkan peneguhan terhadap kita di saat harus mengalami kesulitan, kehancuran, kengerian hidup, dan kematian yang sama.
Maknanya, ketika kita menghadapi jalan buntu, saat berada dalam kegelapan tanpa cahaya dan seolah-olah tidak ada jalan keluar, maka kita harus tetap mengingat, tetap berharap, dan percaya bahwa Allah tidak meninggalkan kita sendirian.
ADVERTISEMENT
(MSD)