Konten dari Pengguna

Review Video Lipsus kumparan Mengurai Kecurangan Sistemik di Pilpres 2024

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
13 Februari 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi KPU. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPU. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
kumparan baru saja merilis video liputan khusus (Lipsus) bertajuk “Demi Kekuasaan: Mengurai Kecurangan Sistemik di Pilpres 2024” pada Selasa (13/2). Video tersebut menyajikan informasi komprehensif terkait dugaan kecurangan yang dilakukan pihak tertentu untuk memperoleh kemenangan di Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Senada video Dirty Vote yang dirilis oleh Watchdoc, kumparan turut menguak motif kelompok tertentu yang berusaha merusak tatanan demokrasi. Di dalamnya termuat pula berbagai instrumen kekuasaan yang digunakan untuk memenangkan kontestasi Pilpres.
Sepanjang tahun 2022, kumparan telah mengulas rangkaian dugaan kecurangan secara kontinyu. Ulasan ini dituangkan ke dalam 22 edisi Lipsus yang membahas sumber masalahnya secara komprehensif.
Penasaran bentuk kecurangan apa saja yang terjadi jelang Pilpres 2024? Simak rangkuman informasinya dalam artikel berikut ini.

Kecurangan Sistemik Jelang Pemilu 2024

Ilustrasi Simulasi Surat Suara Pemilu. Foto: Budi Candra Setya/ANTARA FOTO
Secara garis besar, video Lipsus yang ditayangkan kumparan membahas tentang dugaan kecurangan yang dilancarkan penguasa demi mempertahankan posisinya. Presiden Jokowi diduga mempertahankan kekuasaannya dengan mengusung Prabowo-Gibran sebagai pasangan capres cawapres.
Jokowi juga disinyalir berupaya menjadi King Maker untuk mencengkeram kekuatan Politik. Di samping itu, para aparat juga diarahkan untuk mewujudkan kepentingan kekuasaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak berhenti di situ, penguasa diduga memanfaatkan instrumen negara demi melancarkan kepentingan kampanyenya. Seperti apa?

Fase 1: Dugaan Upaya Jokowi Mempertahankan Kekuasaan

Jokowi berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya melalui berbagai cara, salah satunya dengan memunculkan “wacana presiden 3 periode” dan perpanjangan masa jabatan presiden lewat amandemen UUD 1945. Banyak Kepala Desa di Silatnas Apdesi Maret 2022 yang mendukung wacana tersebut.
Namun, upaya ini ditentang keras oleh masyarakat dan partai-partai di parlemen. Karena wacana 3 periode tidak terwujud, muncul opsi lain dalam wujud penundaan Pemilu selama 2-3 tahun. Alasannya karena banyak program pemerintah yang tertunda akibat pandemi COVID-19.
Gagasan tersebut didukung oleh Golkar, PAN, dan PKB. Bahkan, Menteri Investasi indonesia, Bahlil Lahadalia dan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan ikut mendukungnya. Namun, lagi-lagi gagasan tersebut ditentang keras oleh publik.
ADVERTISEMENT
Finalnya, rencana akhir dirancang dengan cara meloloskan Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Putusan MK untuk meloloskan Gibran pun resmi diketok pada 16 Oktober 2023.
Informasi lengkapnya bisa dibaca di artikel berikut:
Ilustrasi suasana saat pencoblosan pemilu 2014. Foto: AFP/ROMEO GACAD

Fase 2: Dugaan Jokowi King Maker

Sebagai King Maker, Jokowi berusaha mencengkeram kekuatan politik dari parpol tertentu. Sumber kumparan di lingkar Istana menyebut upaya pemenangan juga menggunakan jejaring Kantor Urusan Agama Kemenag dan menekan sejumlah kepala desa.
ADVERTISEMENT
Jokowi juga diduga memainkan bidak caturnya di antara partai-partai politik koalisi, salah satunya Golkar. Menurut sumber kumparan di internal Golkar, Jokowi iku mengintervensi dengan memanfaatkan Golkar sebagai pion untuk meredam tekanan PDIP sekaligus mendukung Prabowo-Gibran.
Kemudian, Jokowi juga menjadikan PSI sebagai alat politiknya. Putra bungsunya, Kaesang Pangarep, bahkan didapuk menjadi Ketua Umum PSI pada 25 September 2023.
Informasi lengkapnya bisa dibaca di artikel berikut:

Fase 3: Dugaan Upaya Pengarahan Aparat untuk Kepentingan Kekuasaan

Beberapa hari sebelum pencoblosan, sejumlah penyelenggara Pemilu dimintai data KPPS dan PPK oleh aparat atas dalih pengamanan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa permintaan data tersebut sampai ke alamat dan nomor WhatsApp aktif?
ADVERTISEMENT
Berbagai manuver penguasa membuat kekhawatiran Pemilu akan tidak fair sulit dibendung. Sejumlah sumber penyelenggara Pemilu pun menyatakan adanya potensi utak-atik suara di tingkat TPS hingga rekapitulasi.
Informasi lengkapnya bisa dibaca di artikel berikut:
Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu

Fase 4: Dugaan Penggunaan Instrumen Negara untuk Kepentingan Kampanye

Kabinet Jokowi mulai terpecah belah usai strategi politik praktis mulai digencarkan. Mahfud MD yang kala itu menjabat sebagai Menko Polhukam pun melenggang dan dideklarasikan sebagai Cawapres Ganjar Pranowo dari PDIP.
Penggunaan instrumen negara untuk kepentingan kampanye ini ternyata membuat sebagian menteri kikuk. Bahkan, Menkeu Sri Mulyani diisukan sudah merasa tidak nyaman dengan situasi yang tengah terjadi.
ADVERTISEMENT
Alasan utamanya karena permintaan tak logis untuk menambah dana bansos di akhir tahun 2023 yang lebih besar dari dana bansos COVID-19. Terbukti, pada awal tahun 2024, Jokowi melancarkan bansos BLT dan bantuan beras 10 kg.
Informasi lengkapnya bisa dibaca di artikel berikut:
Video lipsus kumparan dengan judul "Demi Kekuasaan: Mengurai Kecurangan Sistem Sistemik di Pilpres 2024".
(MSD)