Konten dari Pengguna

Rukun dan Syarat Akad Salam atau Jual Beli Barang Pesanan dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
4 Maret 2021 10:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi akad salam. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi akad salam. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Akad jual beli yang dikenal dalam Islam cukup banyak, salah satunya akad salam. Selama ini model jual beli yang paling umum adalah di mana penjual dan pembeli saling bertemu sehingga pembeli dapat melihat barang dagang secara langsung.
ADVERTISEMENT
Pada praktiknya, tidak semua perniagaan dapat dilakukan dengan cara tersebut. Ada kalanya barang yang dibeli belum ada di tempat, sehingga terjadilah akad salam atau pesanan. Bagaimana hukumnya dalam Islam? Berikut ini adalah penjelasannya:

Pengertian Akad Salam

Akad salam disebut juga akad salaf. Secara bahasa, keduanya memiliki makna yang serupa, yakni “menyegerakan modal dan mengemudiankan barang”.
Mengutip jurnal Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli tulisan Saprida (2016), ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan bahwa salam adalah akad atas barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, dengan pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad.
Selaras dengan pendapat tersebut, ulama Malikiyyah menjelaskan bahwa salam adalah akad jual beli di mana pembayaran dilakukan secara tunai, sedangkan barang diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli.
Ilustrasi transaksi. Foto: Shutterstock
Islam memperbolehkan jenis jual beli ini. Dalilnya terdapat dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
ADVERTISEMENT
Mengutip Fiqh Muamalat tulisan Ahmad Wardi Muslich (2015), Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, penduduk tengah melakukan jual beli salam pada buah-buahan untuk jangka satu tahun atau dua tahun.
Kemudian Rasul bersabda: “Siapa yang melakukan salam hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai batas waktu tertentu”.
Dua dalil ini menjadi sandaran legalnya praktik jual beli salam.

Rukun dan Syarat Akad Salam

Semua jenis tranksaksi harus memberikan manfaat kepada pihak penjual dan pembeli. Oleh sebab itu keduanya harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Ini pulalah yang menentukan boleh tidaknya akad salam.
Mengutip jurnal Pelaksanaan Jual Beli dengan Menggunakan Akad as-Salam Ditinjau dari Prinsip Tabadul Al-Manafi tulisan Abdul Haris Simal (2019: 116), rukun yang harus dipenuhi dalam akad jual beli salam yang pertama yaitu dilakukan oleh orang-orang yang berakal dan baligh.
ADVERTISEMENT
Kedua, barang yang dipesan harus jelas ciri-ciri, waktu dan harganya. Rukun ketiga adalah adanya ijab dan kabul.
Ilustrasi ijab qabul. Foto: Freepik
Adapun syarat-syarat salam menurut Saprida (2016: 125) yaitu:

Etika Jual Beli Salam

Selain rukun dan syarat, kedua pihak yang bertransaksi hendaknya memperhatikan etika tertentu. Masih mengutip sumber yang sama, etika saat akad salam di antaranya yaitu:
ADVERTISEMENT
(ERA)