Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Sakit di 10 Hari Terakhir Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?
24 Maret 2025 13:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah. Di bulan ini, umat Islam berlomba-lomba untuk mengejar limpahan kebaikan serta rahmat dari Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Panduan Ramadhan: Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah, M. Abduh Tuasikal (2014), disebutkan bahwa puasa diwajibkan untuk mencapai derajat ketakwaan. Itu mengapa, umat muslim dianjurkan untuk meningkatkan amal ibadahnya, terutama pada 10 hari terakhir.
Namun, dalam beribadah, kita tidak bisa menghindari segala musibah yang mungkin terjadi, termasuk jatuh sakit. Lantas, bagaimana hukumnya jika seseorang tiba-tiba jatuh sakit di 10 hari terakhir Ramadhan? Apakah tetap diwajibkan berpuasa?
Hukum Sakit di 10 Hari Terakhir Ramadhan
Sepuluh malam terakhir Ramadhan memiliki keutamaan khusus di sisi Allah SWT. Rasulullah bahkan sangat bersungguh-sungguh beribadah di malam-malam ini, seperti disebutkan dalam hadis riwayat Muslim berikut:
"Dari Aisyah RA: Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh (beribadah) pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), melebihi kesungguhan beribadah di selain malam tersebut." (HR. Muslim)
ADVERTISEMENT
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memanfaatkan 10 malam terakhir dengan meningkatkan ibadah, seperti bertaqarrub, sedekah, itikaf, dan tilawah Al-Qur’an.
Namun, Allah SWT memberi keringanan ibadah bagi umatnya yang jatuh sakit. Dalam Terjemah Kitab Fatawa Ramadhan oleh Al Habib Abdullah bin Mahfudz (2021), disebutkan bahwa Allah SWT Maha Pengasih dan tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya, sebagaimana firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
ADVERTISEMENT
Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur."
Dengan kata lain, seorang muslim yang sakit berat dan tidak mampu berpuasa di 10 hari terakhir Ramadhan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun tetap ada kewajiban untuk menggantinya di lain waktu.
ADVERTISEMENT
Islam justru menganjurkan umat muslim yang jatuh sakit untuk pergi berobat. Sebab, menjaga kesehatan merupakan bagian dari ibadah. Sebagaimana sabda Rasulullah yang dimuat dalam Ad Daa’ Wa Ad Dawaa’ oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (2011):
"Allah SWT tidak menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obatnya, maka berobatlah wahai hamba Allah SWT."
Oleh karena itu, tidak perlu merasa bersalah jika tidak dapat menjalankan ibadah di 10 hari terakhir Ramadhan karena kondisi fisik. Niat yang tulus dan kesabaran dalam menghadapi sakit dapat menjadi bentuk ibadah yang mendatangkan pahala besar.
Sakit sebagai Ujian dan Penghapus Dosa
Dalam Islam, sakit sering dianggap sebagai ujian dari Allah untuk menguji kesabaran, keimanan, dan keteguhan seseorang. Saat mengalami sakit, seorang muslim memiliki kesempatan lebih besar untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui doa, istighfar, dan refleksi diri.
ADVERTISEMENT
Kesabaran dalam menghadapi sakit sendiri dinilai sebagai bentuk ibadah yang sangat dihargai, bahkan mampu menggugurkan dosa. Hal ini ditegaskan dalam hadis riwayat muslim:
"Dari Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: ‘Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seorang mukmin, sampai pun duri yang melukainya, melainkan dengannya Allah mencatat satu kebaikan untuknya dan mengampuni dosa-dosanya.’" (HR. Muslim, No. 4669)
Sakit di 10 hari terakhir Ramadhan bukanlah penghalang untuk mendapatkan pahala. Musibah ini bisa menjadi jembatan kebaikan apabila disikapi dengan ikhlas dan sabar.
(SLT)