Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sambut Hari Pahlawan, Ini Kisah 2 Kiai yang Berperan dalam Peristiwa 10 November
10 November 2020 11:22 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hari Pahlawan yang dirayakan setiap 10 November bercikal bakal dari pertempuran besar yang terjadi di Surabaya pada 75 tahun lalu. Pertempuran tersebut tidak hanya melibatkan masyarakat biasa dan tokoh nasionalis, tetapi juga tidak dapat dipisahkan dari peran para pemuka agama.
ADVERTISEMENT
Mereka-lah yang turut menjadi motor penggerak semangat para pejuang secara spiritual. Tanpa dorongan spiritual ini, bisa jadi masyarakat Surabaya saat itu enggan untuk melawan Sekutu. Bagaimana tidak, pasukan Inggirs memiliki persenjataan yang lebih canggih daripada rakyat dari negara yang baru lahir ini.
Namun dengan semangat mempertahankan kemerdekaan dan panggilan untuk memperjuangkan kebenaran, para pemuda tak gentar melawan musuh. Nah untuk menyambut Hari Pahlawan, simak kisah dua kiai yang turut berperan penting dalam perlawanan rakyat Surabaya:
Kiai Hasyim Asy’ari dan Resolusi Jihad
Setelah mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum bisa bernapas lega. Setelah Jepang kalah, Belanda yang didukung Inggris sebagai pihak pemenang Perang Dunia II ingin berkuasa kembali di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada 17 September 1945, Presiden Soekarno menanyakan fatwa hukum untuk membela tanah air dari ancaman penjajah kepada KH Hasyim Asyari. Beliau merupakan pemimpin Nahdatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia kala itu.
Sebagai tindak lanjut, pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya untuk berdiskusi. Dari diskusi tersebut, keluarlah resolusi jihad.
Isi dari resolusi jihad tersebut adalah:
ADVERTISEMENT
Resolusi jihad ini disambut oleh para santri dan masyarakat pada umumnya. Inilah yang menggerakkan semangat bertarung untuk melawan penjajah. Pada hari-hari berikutnya, kaum santri dan jemaah NU ikut serta dalam pertempuran di Surabaya.
Sebelum pertempuran 10 November meletus, tokoh terkenal dari pertempuran Surabaya, yakni Bung Tomo, datang mengunjungi KH Hasyim Asyari. Bung Tomo izin untuk membacakan pidato yang terinspirasi dari resolusi jihad. Pidato Bung Tomo inilah yang kemudian turut membakar semangat para pejuang Surabaya.
Dengan demikian, semangat arek-arek Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945 tidak dapat dipisahkan dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asyari dan ulama-ulama lainnya.
Atas jasa-jasanya, sang Kiai mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 17 November 1964.
ADVERTISEMENT
Kiai As’ad Syamsul Arifin, Membina Para Mantan Penjahat untuk Bertempur
Kiai Haji Raden (KHR) As'ad Syamsul Arifin adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Beliau merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam pertemuan yang menghasilkan resolusi jihad.
Setelah pertemuan tersebut, sang kiai pergi ke Madura untuk menemui para ulama di sana. Beliau menyampaikan bahwa ada seruan jihad untuk melawan penjajah. Kiai As'ad meminta ulama di Madura mengumpulkan warga untuk dilatih secara fisik dan rohani agar memiliki kemampuan berperang.
Namun saat itu beliau mengalami dilema. Jika memilih kiai atau ulama untuk berperang, siapa yang akan mengurusi pendidikan agama? Sedangkan jika memilih santri, siapa yang akan melanjutkan dakwah Islam?
ADVERTISEMENT
Pilihan kemudian ditujukan kepada para penjahat. Para penjahat ini dipilih karena dianggap memiliki modal keberanian. Mereka bergabung menjadi anggota Pelopor, pasukan gerilya yang dibina oleh Kiai As’ad.
Mereka tidak hanya dilatih secara fisik, tetapi juga secara rohani dengan diajarkan dzikir dan amalan-amalan yang akan menyelamatkan mereka ketika menghadapi musuh.
Ketika pertempuran 10 November 1945 berlangsung, pasukan mantan penjahat ini turut ambil bagian, khususnya di wilayah Tanjung Perak, Jembatan Merah, dan di wilayah Wonokromo, Surabaya.
Karena jasa-jasanya, KHR As'ad Syamsul Arifin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 9 November 2016.
(ERA)