Konten dari Pengguna

Sejarah Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden yang Dibentuk Pada 6 Juni 1962

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
30 September 2021 10:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cakrabirawa.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cakrabirawa.
ADVERTISEMENT
Seorang presiden selalu mendapat tuntutan dan ancaman dari berbagai pihak. Ini bisa datang dari mana saja, baik dari dalam maupun luar negeri. Penyebabnya pun beragam, salah satunya adalah ketidakpuasan terhadap kepemimpinan presiden saat itu.
ADVERTISEMENT
Pada masa kepemimpinan Soekarno, beberapa ancaman percobaan pembunuhan terjadi. Puncaknya adalah penembakan yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha 14 Mei 1962. Peristiwa ini menjadi latar belakang terbentuknya Resimen Cakrabirawa sebagai pasukan pengawal presiden.
Pembentukan Cakrabirawa dianggap sebagai solusi dan penyempurnaan dari Pasukan Pengawal Istana Presiden yang sudah ada sebelumnya. Dengan adanya Cakrabirawa, sistem keamanan presiden diharapkan dapat bekerja dengan lebih maksimal.
Bagaimana sejarah Cakrabirawa? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

Sejarah Cakrabirawa

Resimen Cakrabirawa dibentuk pada 6 Juni 1962 berdasarkan Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertingi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No. 211/ Plu 1962. Kekuatan resimen ini terdiri atas satu Detasemen Kawal Presiden dan empat batalion dari masing-masing angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian.
Ilustrasi tentara pengawal. Foto: kemdikbud
Mengutip buku Berjuang dan Mengabdi karya Maraden Panggabean, para anggota Resimen Cakrabirawa merupakan orang-orang pilihan. Masing-masing melakukan tugasnya sebagai pasukan kawal lingkaran pertama, lingkaran kedua, dan lingkaran ketiga atau lingkaran luar.
ADVERTISEMENT
Pasukan kawal lingkar pertama disebut Detasemen Pengawal Pribadi yang berkekuatan lebih dari satu kompi. Komandan yang memimpin pasukan ini adalah Komisaris Polisi Ismail yang kemudian diganti Letkol Pol. Purn. Mangil Martowidjojo.
Pasukan kawal lingkar kedua disebut Detasemen Pengawal Khusus yang bertugas untuk pengawalan kantor. Pasukan ini berkekuatan satu batalyon di bawah pimpinan komandan Mayor Joko Suyatno.
Kemudian pasukan terakhir yakni kawal lingkar ketiga atau lingkar luar yang disebut Detasemen Pengawal Kehormatan. Dalam buku Kamus Gestok oleh Hesri Setiawan disebutkan bahwa detasemen ini merupakan pasukan yang terbesar dengan kekuatan berasal dari empat batalyon.
Seperti disebutkan di awal, keempat batalyon tersebut terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing memiliki perannya tersendiri dalam pengawalan presiden.
ADVERTISEMENT
Setelah dibentuknya Resimen Cakrabirawa, tidak ada lagi percobaan pembunuhan yang ditujukan kepada Presiden Soekarno. Dalam kesehariannya, Cakrabirawa hanya menjalankan tugas pokok sebagaimana diatur dan ditetapkan pada Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No. 01/Plt/Th 1963.
Ilustrasi letkol untung. Foto: kemdikbud
Beban berat menjadi anggota Resimen Cakrabirawa baru dirasakan pasca kejadian pemberontakan G30S/PKI pada 30 September 1965. Sebagian anggota Batalyon 1 KK yang beranggotakan personel dari Angkatan Darat disebut terlibat dalam kudeta dan penculikan atas beberapa Jenderal Angkatan Darat.
Akibatnya, tugas atas pengamanan Istana Merdeka dan Istana Negara diserahkan dari Batalyon I KK kepada Batalyon II KK. Di sinilah mental dan kedisplinan mereka benar-benar diuji.
Mereka harus menjaga keamanan kedua bangunan vital tersebut beserta isinya. Istana dikepung dan terancam dimasuki oleh gelombang demonstrasi para mahasiswa dan pasukan tentara yang berasal dari KOSTRAD dan RPKAD.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari beberapa anggotanya yang terlibat dalam kasus G30S/PKI, resimen Cakrabirawa sangat berjasa dalam menjaga keamanan presiden dan Istana Negara. Hingga akhirnya, surat perintah dikeluarkan pada 11 Maret 1966 yang menjadi putusan dibubarkannya resimen ini.
Mereka dikembalikan ke masing-masing angkatannya dan tugas sebagai pengawal presiden dianggap telah usai. Selanjutnya, tugas penjagaan Istana Presiden yang ada di Jakarta maupun di Bogor dan Cipanas digantikan oleh Satgas Pomad (Polisi Militer Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kolonel CPM Norman Sasono.
(MSD)