Konten dari Pengguna

Sejarah Hari Kartini 21 April dan Kisah Singkat Perjuangan Kartini

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
21 April 2022 8:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Hari ini, Kamis (21/4) bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini untuk mengenang sosok R.A Kartini sekaligus merayakan terwujudnya emansipasi wanita. R.A. Kartini adalah salah satu tokoh pejuang nasional yang berhasil mengangkat martabat kaum perempuan pada masanya.
ADVERTISEMENT
Lahir pada 21 April 1897, Raden Ajeng Kartini, yang lebih dikenal dengan R.A. Kartini, adalah sosok panutan bagi para perempuan Indonesia dari masa ke masa. Tanpanya, perempuan tidak akan bisa mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi bahkan mengeluarkan pendapat.
Walau wafat di usia yang cenderung muda, kisah hidup Kartini menjadi inspirasi banyak orang. Saking besar jasanya, tanggal kelahiran Kartini dijadikan sebagai salah satu peringatan besar di Tanah Air.
Lantas, bagaimana sejarah Hari Kartini bermula? Simak kisah selengkapnya dalam ulasan berikut ini.

Sejarah Hari Kartini 21 April

R.A. Kartini. Foto: Pixabay
Mengutip buku Perempuan-perempuan Pengukir Sejarah tulisan Mulyono Atmosiswartoputra, Raden Ajeng Kartini adalah putri dari bangsawan Jawa, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Memiliki status sebagai anggota keluarga terpandang membuat Kartini berkesempatan mengenyam pendidikan formal di Europese Lagere School (ELS) Jepara, salah satu sekolah elit yang hanya bisa diikuti anak-anak Belanda dan pribumi dari keluarga bangsawan.
ADVERTISEMENT
Kala itu, perempuan di negeri ini masih terbelenggu pada adat sehingga masih dipandang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam hal pendidikan misalnya, mereka tidak diizinkan mengenyam pendidikan yang tinggi, melainkan hanya dididik untuk mengurusi hal-hal menyangkut urusan sumur, kasur, dan dapur.
Masyarakat pada zaman itu beranggapan, perempuan tidak perlu bersekolah tinggi jika pada akhirnya hanya akan berurusan dengan ketiga hal tersebut. Apalagi, ketika menginjak usia 12 tahun, anak gadis harus dipingit sampai ada orang yang melamar untuk dijadikan istri.
Kartini mengalami itu semua. Selepas lulus dari ELS, Kartini muda ingin meneruskan studinya ke Hogere Burger School (HBS). Namun, impiannya tersebut pupus lantaran ditentang oleh sang ayah. Alasannya karena usia Kartini yang sudah memasuki masa pingitan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Kartini tak tinggal diam. Selama dipingit di rumah, Kartini justru menyibukkan dirinya dengan membaca apa saja yang memberikan manfaat baginya. Mulai dari buku, koran, hingga majalah tak luput dibaca Kartini.
Ilustrasi R.A. Kartini. Foto: Shutter Stock
Mengutip situs Kemdikbud, Kartini juga aktif berkirim surat dengan teman-temannya yang ada di Belanda. Melalui surat tersebut, Kartini banyak mengeluh budaya Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
Lewat Rosa Abendanon, salah satu sahabat pena yang selalu mendukungnya, Kartini mulai banyak membaca buku-buku dan Eropa. Dari situ, Kartini menyadari betapa tertinggalnya pendidikan kaum perempuan di negerinya. Ia ingin memajukan wanita Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan.
Kartini pun merealisasikan cita-citanya dengan mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi gadis-gadis priyayi bumiputera di tanah kelahirannya, Jepara. Mereka diberi pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Pada 12 November 1903, Kartini dinikahkan dengan bupati Rembang bernama Raden Adipati Joyo Adiningrat. Beruntung, sang suami mendukung cita-cita Kartini. Ia diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita di timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.
Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan anak laki-laki yang diberi nama R.M. Susalit. Sayangnya, keadaan kartini semakin memburuk hingga akhirnya ia mengembuskan napas terakhirnya pada 17 September 1904 di usia 25 tahun.
Meski telah tiada, Kartini meninggalkan kobaran semangat bagi kaum wanita saat itu. Surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada teman-temannya di Eropa dibukukan oleh Mr.J.H Abendanon dan diberi judul Habis Gelap terbitlah Terang.
Untuk mengenang jasa-jasa R.A. Kartini, pada 2 Mei 1964, Presiden Soekarno menetapkannya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964. Hari lahir Kartini, yakni 21 April, juga ditetapkan Soekarno sebagai Hari Kartini.
ADVERTISEMENT
(ADS)