Konten dari Pengguna

Sejarah Hari Raya Galungan yang Dirayakan Umat Hindu Hari Ini

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
14 April 2021 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi perayaan hari raya Galungan  Foto: Shutter stock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi perayaan hari raya Galungan Foto: Shutter stock
ADVERTISEMENT
Hari ini, Rabu (14/4) umat Hindu di Bali menyambut Hari Raya Galungan dengan penuh suka cita. Galungan dirayakan setiap 210 hari dengan menggunakan perhitungan kalender Bali, dan jatuh pada hari Rabu/Budha Keliwon Dungulan.
ADVERTISEMENT
Mengutip jurnal Upacara dan Makna Filosofis Hari Raya Sugian Jawa dan Sugian Bali tulisan Wayan Musna, dalam lontar Sundarigama dijelaskan bahwa hakikat dari perayaan Galungan adalah kemenangan dharma (kebajikan) melawan adharma (kebatilan).
Akar dari perayaan Galungan ini berkaitan dengan mitologi yang berkembang di masyarakat Bali. Bagaimana sejarahnya? Simak penjelasannya berikut ini:

Sejarah Hari Raya Galungan

Tradisi Jempana pada Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali Foto: Shutter Stock
Galungan dikaitkan dengan kisah peperangan antara Bhatara Indra yang melambangkan dharma, melawan Mayadenawa yang melambangkan kebatilan. Mengutip DPD HPI Bali, Mayadenawa adalah raksasa yang sakti dan sangat ditakuti oleh masyarakat.
Ia ingin semua orang menyembahnya, sehingga warga dilarang bersembahyang ke pura untuk memuja Dewa-dewa. Karena geram dengan perilaku Mayadenawa yang semena-mena, para dewa mengutus Bhatara Indra untuk turun ke dunia.
ADVERTISEMENT
Saat berjumpa dengan Mayadenawa, Bhatara Indra mengatakan bahwa tindakan sang raksasa salah dan tidak patut dilakukan. Mayadenawa yang angkuh tidak ingin tunduk pada perintah Bhatara Indra sehingga ia pun melancarkan perlawanan.
Umat Hindu berdoa di kawasan pura saat perayaan Hari Raya Galungan di Pura Jagatnatha, Denpasar, Bali, Rabu (16/9/2020). Foto: SONNY TUMBELAKA/AFP
Bhatara Indra tidak tinggal diam dan balas menyerang Mayadenawa. Kesaktian yang dimiliki Bhatara Indra rupanya membuat Mayadenawa kewalahan.
Ia pun melarikan diri meski berbagai penjuru daerah telah dikepung oleh pasukan Bhatara Indra. Karena merasa terancam, Mayadenawa memilih berubah bentuk menjadi seekor ayam jantan untuk mengelabui Bhatara Indra dan pasukannya.
Usaha Mayadenawa tersebut sia-sia karena Bhatara Indra mengetahuinya. Pada akhirnya raksasa Mayadenawa tewas di tangan Bhatara Indra.
Hari kemenangan Bhatara Indra atas Mayadenawa kemudian diperingati sebagai Hari Raya Galungan. Kata 'Galungan' sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya menang atau bertarung.
ADVERTISEMENT

Penjor, Simbol Rasa Syukur di Hari Raya Galungan

ilustrasi Penjor yang dibuat saar perayaan hari raya Galungan Foto: Shutter stock
Hari Raya Galungan selalu identik dengan Penjor yang biasanya dipasang di depan rumah atau di sisi jalan. Penjor merupakan tiang bambu yang dihias dengan daun aren muda. Di ujungnya terdapat gantungan yang berisi hasil bumi.
Mengutip Wayan Musna, Penjor melambangkan Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Dewata. Penjor yang menjulang dengan ujung yang merunduk filosofinya sama dengan padi yang semakin berisi semakin merunduk.
Khusus untuk penjor Galungan harus terdapat pala mula, pala bungkah, dan pala gantung. Sedangkan kain putih yang menghiasi Penjor adalah lambang kesucian. Semua yang ada pada Penjor merupakan simbol rasa syukur manusia pada Hyang Kuasa atas hasil alam di dunia.
ADVERTISEMENT
(ERA)