Konten dari Pengguna

Sejarah Perang Padri, Pertempuran Saudara yang Memakan Banyak Korban Jiwa

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
5 Agustus 2021 11:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perang Padri Foto: YouTube/History Hustle
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perang Padri Foto: YouTube/History Hustle
ADVERTISEMENT
Perang Padri yang terjadi pada 1803 menyisakan traumatis bagi memori bangsa Indonesia. Perang yang terjadi di Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau ini telah memakan korban sesama saudara, yakini orang Minangkabau dan Batak Mandailing.
ADVERTISEMENT
Pertempuran ini dipicu oleh perbedaan pendapat antara kaum Padri dengan kaum adat. Mengutip situs resmi Kemdikbud, perang ini terjadi selama tiga masa, yakni pada 1821-1825, 1825-1830, dan 1830-1838.
Adapun beberapa tokoh yang terlibat dalam pertempuran ini adalah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Tambusai, dan lain sebagainya. Tuanku Imam Bonjol merupakan sosok yang memimpin berjalannya Perang Padri.
Untuk memperkaya pengetahuan, mari simak sejarah Perang Padri berikut ini.
Ilustrasi Perang Padri Foto: YouTube/History Hustle

Sejarah Perang Padri

Mengutip Jurnal Gerakan Paderi dan Munculnya Modernisasi Pemikiran Islam di Indonesia yang ditulis oleh H.M. Asroruddin, M. Pd dan M. Amin, MA. (2020), sejarah Perang Padri dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan kaum Padri dan Kaum Adat.
Kala itu ketiga ulama, yakni Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang baru saja pulang dari Makkah. Mereka membawa semangat Islam yang diilhami oleh Gerakan Wahabi yang puritan. Gerakan inilah yang kemudian dikenal sebagai gerakan wahabisme padri.
ADVERTISEMENT
Berbekal semangat Islam, kaum Padri menentang kebiasaan buruk masyarakat Sumatera Barat, yakni judi, mabuk, menggunakan tembakau, dan sabung ayam. Kaum Padri sendiri memang memiliki misi untuk membersihkan beragam pengaruh adat yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Ide ini muncul ketika mereka berkenalan dengan ajaran kaum wahabi di Makkah ketika mereka menunaikan ibadah haji. Target yang berusaha dituju kaum Padri adalah puritanisme agama Islam secara menyeluruh, yaitu ketaatan mutlak terhadap agama, sholat lima waktu, tidak merokok, judi, serta menyabung ayam.
Ilustrasi Perang Padri Foto: YouTube/History Hustle
Delapan orang ulama, yakni Tuanku Nan Rentjeh, Tuanku Basa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambelan, dan Tuanku Kubu Sanang bersatu untuk membasmi kegiatan. Mereka bergabung dalam kelompok yang bernama Harimau nan salapan.
ADVERTISEMENT
Awalnya, gerakan ini dilakukan dengan jalan nasihat melalui ceramah agama di surau atau masjid. Namun konflik mulai memanas ketika kaum adat menggelar pesta menyabung ayam di Kampung Batu Batabuh. Kaum Padri murka sehingga Tuanku Koto Tuo turut mengecam tindakan kaum adat.
Perang saudara ini kian meluas hingga akhirnya pihak asing ikut campur tangan. Saat itu, kaum adat meminta bantuan pada Belanda untuk melawan kaum Padri. Peperangan Padri terjadi selama tiga masa, mulai dari 1821-1838.
Dalam peperangan sengit ini, kaum Padri akhirnya bersatu dengan kaum adat untuk melawan musuh sesungguhnya, yaitu Belanda. Namun pada akhirnya, Perang ini berujung pada kekalahan masyarakat Minangkabau.
(GTT)