Sejarah Pertempuran 10 November di Surabaya Sebagai Lambang Perlawanan Nasional

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
9 November 2021 14:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tugu Pahlawan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Tugu Pahlawan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pertempuran 10 Novembr 1945 yang terjadi di Surabaya merupakan salah satu peristiwa heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Ini menjadi pertempuran terbesar selama masa revolusi kemerdekaan Indonesia sehingga menjadi lambang perlawanan nasional.
ADVERTISEMENT
Sejarah pertempuran 10 November dilatarbelakangi oleh penolakan rakyat Indonesia atas kehadiran Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) pada 25 Oktober 1945. Sekutu datang ke Indonesia dengan tujuan melucuti tentara Jepang yang kalah pada Perang Dunia II. Mereka ingin membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negeri asalnya.
Di balik tujuan tersebut, tentara Inggris ternyata membawa misi mengembalikan Indonesia kembali kepada administrasi pemerintah Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. Oleh karenanya, pasukan Netherland Indies Civil Administration (NICA) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris. Pasukan NICA dipimpin oleh Jenderal Mallaby ini ke Surabaya yang kemudian mendirikan pos pertahanan.
Dikutip dari jurnal Pertempuran Surabaya Tahun 1945 Dalam Perspektif Perang Semesta karya Endra Kusuma, dkk., rakyat Indonesia pada awalnya menyambut kedatangan pasukan sekutu dengan sikap netral. Namun, setelah mengetahui bahwa pasukan sekutu diboncengi NICA yang ingin menegakkan kembali tanah jajahan, sikap rakyat Indonesia berubah menjadi curiga.
ADVERTISEMENT
Penolakan tersebut sangat jelas ditunjukkan para pemuda Surabaya pada peristiwa perobekan bendera Belanda yang berlokasi di hotel Yamato. Kemudian pada tanggal 27 Oktober 1945, sekutu pertama kali memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata rampasan dari Jepang. Mereka menyebarkan ultimatum tersebut melalui pamflet-pamflet yang dijatuhkan dari pesawat Dakota.
Rakyat Surabaya yang sudah dipenuhi kecurigaan dan kebencian atas kehadiran sekutu menjadi semakin marah dan menolak untuk memenuhi instruksi tersebut. Hingga akhirnya, masyarakat Surabaya melakukan gencatan sejata dengan melibatkan 10-20 ribu anggota Tentara Keamanan yang baru terbentuk.
Tak cukup, rakyat Indonesia dari daerah lainnya banyak yang datang ke Surabaya untuk membantu melawan Sekutu setelah dikeluarkannya resolusi jihad K.H. Hasyim Asy’ari. Ribuan santri hingga masyarakat sipil juga turut berjuang mempertahankan proklamasi. Bahkan, semangat mereka semakin berkobar setelah Bung Tomo melakukan pidato yang disiarkan ke seluruh kota.
ADVERTISEMENT

Genjatan Senjata Rakyat Indonesia di Surabaya Melawan Sekutu

kematian Brigjen Mallaby. Foto: Dok Perpustakaan Nasional.
Dikutip dari Jurnal Peristiwa – Peristiwa Penting Yang Melatarbelakangi Pertempuran 10 November 1945 Di Surabaya oleh Ksatria Amerta, gencatan senjata yang dilakukan rakyat Indonesia untuk melawan sekutu telah menelan banyak korban dari kedua belah pihak. Gencatan senjata ini terus berlanjut sampai akhirnya Presiden Soekarno, Moh. Hatta dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya atas permintaan Inggris.
Tujuan mereka datang ke Surabaya yakni untuk menenangkan para pejuang Indonesia dan mendiskusikan gencatan senjata dengan pihak Inggris. Setibanya di Surabaya, mereka langsung menemui Mayjen Howthron untuk membahas gencata senjata yang terjadi yang kemudian dikenal dengan kesepakatan Soekarno-Hawthorn.
Karena keterbatasan alat komunikasi pada saat itu, baku tembak antara kedua belah pihak masih berlangsung di beberapa tempat. Bahkan, baku tembak ini menyebabkan Brigjen Mallaby gugur, diduga terkena lemparan granat saat melintas di depan Gedung Internatio.
ADVERTISEMENT

Pertempuran 10 November

Pertempuran Surabaya 10 November 1945. (Foto: Twitter/@IlmuSosialUmum)
Terbunuhnya Mallaby menyebabkan kondisi di Surabaya semakin memanas. Pihak Inggris menyatakan bahwa Indonesia telah melanggar kesepakatan dan secara licik membunuh Mallaby.
Dikutip dari buku Pasak Sejarah Indonesia Kekinian, pada 9 November sekutu kembali memberikan ultimatum kepada rakyat Indonesia dengan kembali menyebarkan selebaran dari udara. Namun, para pejuang Indonesia menganggap ultimatum tersebut sebagai penghinaan dan menolak untuk mematuhinya.
Bahkan hal tersebut dianggap sebagai tantangan yang wajib dihadapi oleh rakyat Indonesia. Pada sore hari, Sungkono mengundang semua kekuatan unsur rakyat tak terkecuali TKR, PRI, dan BPRI untuk berkumpul di Pregolan 4 guna menyatukan tekad dalam mempertahankan Proklamasi.
Pada tanggal 10 November subuh, pasukan Inggris memulai serangan di seluruh pelosok kota dengan melakukan pengeboman dari udara, Laut, dan darat. Dalam waktu tiga hari, hampir separuh kota berhasil dikuasai oleh Inggris. Meskipun begitu, pertempuran ini baru berakhir tiga minggu kemudian.
ADVERTISEMENT
Setidaknya enam ribu rakyat Indonesia gugur dan ribuan lainnya meninggalkan kota yang hancur tersebut. Oleh sebab itu, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan karena ribuan rakyat Indonesia gugur dalam pertempuran yang mengerikan itu.
Keberanian dan ketegasan para pemuda untuk menolak ultimatum sekutu merupakan bukti dari semangat nasionalisme yang tinggi. Jiwa nasionalisme rakyat Indonesia semakin nyata dengan perjuangan yang gigih dan pantang menyerah dalam pertempuran tersebut. Pertempuran ini tentunya akan selalu menjadi inspirasi bagi para generasi muda di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
(IPT)