Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Tahun Saka yang Digunakan Sebagai Sistem Penanggalan Umat Hindu
1 Maret 2022 12:00 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun saka adalah kalender pertama di Indonesia yang diperkenalkan oleh umat Hindu dari India. Penanggalan ini termasuk kalender lunisolar, yakni kalender yang disesuaikan dengan pergerakan bulan dan matahari.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Seri IPS Sejarah karya Drs. Prawoto, M.Pd., perbedaan waktu tahun Saka dengan tahun Masehi adalah 78 tahun. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindhu-Budha di Indonesia sudah menggunakannya sejak lama sebagai penunjuk waktu bagi mereka.
Satu tahun Saka dibagi menjadi 12 bulan, yaitu Caitra, Waicakna, Jyestha, Asadna, Crawana, Bhadrawada, Asuji, Karttika, Marggasira, Fosya, Maga, dan Phalguna. Bagaimana sejarah tahun Saka? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.
Sejarah Tahun Saka
Sejarah tahun Saka dimulai pada masa kepemimpinan raja di India Selatan bernama Saliwahana. Bersama pasukannya, raja ini berhasil mengalahkan kaum Saka, yakni masyarakat Iran Timur yang hidup nomaden di Stepa Erasia.
Sumber lain menyebutkan, kaum Saka merupakan suku bangsa Turki atau Tatar. Mereka menempati sebagian besar wilayah timur seperti Uzbekistan, Kazakhstan, Ukraina, dan Azerbaijan.
ADVERTISEMENT
Sejak kemenangan Raja Saliwahana, sistem tahun Saka diangkat menjadi kalender kerajaan. Mengutip laman resmi Kabupaten Buleleng, keputusan ini diambil oleh Raja Kaniska I dari Dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehci pada tahun 79 Masehi.
Seiring dengan keputusannya, bangkitlah toleransi antarsuku bangsa di India untuk bersatu membangun masyarakat sejahtera (Dharma Siddhi Yatra). Dampaknya, sistem kalender Saka pun semakin berkembang mengikuti penyebaran agama Hindu.
Di Indonesia sendiri, kalender Saka sudah berkembang sejak dulu kala, tepatnya saat ajaran Hindu dari India datang ke Indonesia. Sistem penanggalannya mulai digunakan oleh kerajaan-kerajaan di wilayah Jawa , Sumatera, dan Bali.
Kemudian, setelah agama Islam masuk di Jawa, kalender Islam pun mulai digunakan. Agar tidak menimbulkan perselisihan di antara dua pemeluk agama, akhirnya kalender Islam dan kalender Saka dimodifikasi menjadi kalender Jawa Islam.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam buku Seri Penemuan Kalender karya Armelia (2019), kalender ini diterima keberadaannya oleh para pemeluk agama. Pasalnya, kalender Jawa Islam mencantumkan dua penanggalan yang dijadikan pedoman oleh kedua belah pihak.
Meski begitu, sampai saat ini tahun Saka masih menjadi patokan penanggalan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Salah satunya suku Tengger yang menetap di wilayah lereng Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kemudian, masyarakat Bali juga menggunakan kalender Saka yang ditambah dengan penanggalan lokal. Ini menjadi salah satu bukti bahwa tahun Saka masih digunakan dan diwariskan secara turun temurun hingga kini.
(MSD)