Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten dari Pengguna
Siapa Wali Anak di Luar Nikah? Ini Penjelasannya Menurut Hukum Islam
2 September 2022 12:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif hukum Islam , anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibu kandung dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak berhak atas hak waris dan hak nafkah dari ayah biologisnya.
ADVERTISEMENT
Anak di luar nikah disebut juga sebagai anak hasil zina atau anak li'an. Zina dapat diartikan sebagai hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan.
Empat madzhab yakni Hanafi, Malikiy, Syafi’i, dan Hambali telah sepakat bahwa anak hasil zina tidak memiliki nasab dengan ayah biologisnya dan keluarga ayahnya. Artinya, anak tersebut tidak memiliki ayah secara hukum, meskipun pihak laki-laki mengaku bahwa dia itu anaknya.
Karena tidak memiliki hubungan nasab, maka ayah biologis dari anak yang dilahirkan di luar nikah tidak bisa menjadi wali nikah untuk anaknya tersebut. Begitu pula dengan pihak keluarga ayahnya. Lantas, siapa yang bisa menjadi wali anak di luar nikah?
Wali Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam
Mengutip Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia oleh Abdul Manan (2006: 82-83), anak di luar nikah memiliki kriteria sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Secara istilah, nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu akibat dari perkawinan yang sah atau situasi khusus. Jadi, anak di luar nikah hanya memiliki hubungan keluarga dengan ibunya.
Bagaimana dengan wali anak di luar nikah? Secara etimologis, wali di sini dapat dipahami dengan dua arti. Pertama, wali sebagai orang yang menjadi penjamin dalam pengurusan dan pengasuhan anak. Kedua, wali sebagai pengasuh pengantin pada waktu menikah.
Apabila wali sebagai orang yang menjadi penjamin dalam pengasuhan anak, maka sesuai dengan yang diterangkan sebelumnya, bahwa orang yang berhak mengasuh anak di luar nikah adalah ibu kandung dan keluarga ibunya. Sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:
"Dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah SAW telah menetapkan pada anak dari suami-istri yang telah melakukan zina mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya dan siapa yang menuduh istrinya berzina (tanpa bukti) dijilid 80 kali." (HR. Ahmad)
ADVERTISEMENT
Dalam riwayat hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah menyatakan nasab anak hasil zina sebagai berikut:
"Untuk keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak." (HR. Abu Dawud)
Selaras dengan hadits tersebut, Amir Syarifuddin dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (2009: 36) menyebutkan bahwa anak di luar nikah memiliki akibat hukum sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, wali pada waktu menikah merupakan salah satu rukun perkawinan yang wajib dipenuhi. Syarat menjadi wali nikah adalah ayah kandung atau laki-laki dari pihak keluarga ayah kandung yang bisa disandarkan nasabnya.
Terkait dengan anak di luar nikah, karena tidak memiliki hubungan nasab, maka ayah biologis dari anak tersebut tidak bisa menjadi wali nikah untuk anak biologisnya. Sehingga, wali dari anak di luar nikah beralih kepada wali hakim. Hal ini disandarkan pada hadits berikut:
"Sultan (hakim) adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Wali hakim yang dimaksud dapat diwakilkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama ataupun penghulu dan petugas pencatat nikah. Dengan demikian, wali anak di luar nikah apabila dia perempuan dan akan menikah, dapat diwakili dengan wali hakim.
ADVERTISEMENT
(SFR)