Konten dari Pengguna

Sumber Hukum Agama Hindu Selain Sruti dan Smerti, Apa Saja?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
5 November 2021 12:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sumber hukum agama hindu. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sumber hukum agama hindu. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Umat Hindu mengenal kitab suci Weda sebagai sumber ajaran utama mereka. Kitab suci ini memuat penjelasan tentang Tuhan dan alam semesta yang sesuai dengan kemampuan akal manusia.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, weda memiliki arti pengetahuan suci. Sedangkan secara istilah, Weda adalah kitab suci yang memuat wahyu Sang Hyang Widhi kepada para Maharsi.
Ada dua jenis weda yang diimani pemeluk agama Hindu yakni Weda Sruti dan Smerti. Keduanya memuat pengetahuan yang secara teoritis dan praktis bermanfaat bagi kehidupan umat Hindu dan masyarakat global.
Selain itu, ada pula sumber hukum agama Hindu selain Sruti dan Smerti. Apa saja? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

Sumber Hukum Agama Hindu Selain Sruti dan Smerti

Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat. Selain Weda Sruti dan Smerti, umat Hindu mengenal tiga sumber hukum lain yang mereka terapkan dalam kehidupannya.
Ilustrasi sumber hukum agama hindu. Foto: pixabay
Mengutip buku Hukum Perkawinan dan Waris Hindu oleh I Putu Gelgel, dkk., sumber hukum itu terdiri dari sila, acara (sadaraca), dan atmanastuti. Berikut penjelasan lengkapnya:
ADVERTISEMENT
1. Sila
Sila adalah tingkah laku baik yang biasa dilakukan orang-orang suci bersumber pada kitab Weda. Tingkah laku tersebut adalah norma-norma yang dapat dijadikan dasar dalam menilai watak seseorang.
Tingkah laku dalam sila meliputi perbuatan dan perkataan orang-orang suci yang mengetahui Weda, seperti para Maharesi, Bhegawan, dan Sulinggih atau Pandita. Dalam Kitab Sarasamuscaya Sloka Pasal 157 disebutkan:
Ikang kapatyaning sarwabhawa,
Haywajugenulahaken
Maka sadanang trikaya
Nang kaya, wak, manah,
kunang prihen ya ring trikaya anugraha lawan dana juga,
apan ya ika cila ngaranya,
ling sang pandita.
Artinya: "Yang menyebabkan matinya segala mahluk, Jangan sekali-kali dilakukan. Sebagai jalan gunakan Trikaya, yaitu tingkah laku, kata-kata dan pikiran. Adapun yang harus diusahakan dengan Trikaya hanyalah pemberian dan sedekah saja. Sebab itulah yang dinamakan Sila, kata pendeta."
ADVERTISEMENT
2. Acara (sudacara)
Ilustrasi sumber hukum agama hindu. Foto: pixabay
Tiwi Etika dalam buku Penuturan Simbolik Panca Sraddha dalam Kitab Suci Panuturan karya menyebutkan, acara adalah adat istiadat yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Acara memiliki kedudukan yang jelas, yakni sebagai sumber pelaksanaan ajaran agama Hindu.
Acara mencakup bidang yang berkaitan dengan ritual terutama tentang yadnya, hari-hari suci keagamaan, tempat suci atau tempat pemujaan, dan orang suci. Oleh karena itu, istilah acara dalam konsep Tri Kerangka Dasar agama Hindu identik dengan pelaksanaan upacara agama Hindu itu sendiri.
3. Atmanastuti
Secara bahasa, Atmastusti berasal dari kata ‘atma’ yang berarti jiwa dan ‘tusti’ yang berarti kepuasan. Jadi, atmanastusti adalah sesuatu yang dapat memberi kepuasan pada hati nurani.
Rasa puas merupakan ukuran yang selalu diusahakan oleh setiap manusia. Namun, jika diukur pada diri seseorang, maka akan menimbulkan berbagai kesulitan. Ini karena setiap manusia memiliki rasa puasnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, rasa puas tersebut harus diukur atas dasar kepentingan publik atau umum. Sebagai pedoman umat Hindu, Weda menggunakan sistem kemajelisan sebagai dasar untuk mewujudkan rasa puas atmanastuti.
(MSD)