Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Syarat Ariyah, Rukun, dan Dasar Hukumnya dalam Islam
16 Mei 2023 15:13 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara bahasa, ariyah berasal dari kata “at-ta’awuru” yang berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam-meminjam. Sementara secara istilah, ariyah adalah kepemilikan atas manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
ADVERTISEMENT
Akad ariyah berbeda dengan hibah. Ariyah hanya dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari suatu barang, sedangkan hibah mengambil zat dan manfaatnya sekaligus.
Mengutip buku Hukum Perikatan Syariah di Indonesia karya Dr. Mardani (2013), akad ariyah dapat berlaku pada seluruh jenis tingkatan masyarakat, baik tradisional maupun modern. Menurut Wahbah Al-Juhaili, akad ariyah ini dapat digolongkan sebagai perbuatan tolong menolong, sehingga hukumnya adalah sunnah.
Semenara Amir Syarifuddin mengatakan bahwa hukum transaksi ariyah adalah mubah atau boleh. Apa saja syarat ariyah yang harus dipenuhi? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.
Syarat Ariyah dan Dasar Hukumnya
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum akad ariyah adalah mubah atau sunnah. Adapun dalil yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)
Ada beberapa rukun ariyah yang harus dipenuhi, di antaranya orang yang meminjamkan (mu’ir), orang yang meminjam (musta’ir), barang yang dipinjam (mu’ar), dan sighat pinjaman.
Meski hukumnya dibolehkan, umat Muslim tetap harus memahami syarat dan ketentuan yang ditetapkan. Salah satunya, yaitu harus mengembalikan barang yang dipinjam atau diambil manfaatnya.
Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits yang artinya: “Barang pinjaman adalah barang yang wajib dikembalikan.” (HR. Abu Dawud)
Selain itu, ada juga syarat ariyah lainnya yang mesti dipahami umat Muslim. Dikutip dari buku Fiqih Muamalat karya Prof. Dr. H, Abdul Rahman, dkk., berikut penjelasannya:
ADVERTISEMENT
1. Orang yang meminjam harus berakal
Para ulama menyebutkan bahwa orang yang menjalankan akad ariyah harus berakal dan cakap dalam ranah hukum. Sebab, orang yang tidak berakal sulit untuk memegang amanah. Oleh sebab itu, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak diperbolehkan untuk melakukan akad atau transaksi ariyah.
2. Barang yang dipinjam tidak langsung habis atau musnah
Barang yang dipinjam dalam transaksi ariyah tidak boleh berupa barang yang langsung habis atau musnah seperti makanan. Disarankan untuk memakai barang yang bisa dimanfaatkan dalam jangka panjang seperti rumah, kendaraan, dan pakaian.
3. Barang harus dikuasai peminjam
Artinya dalam akad atau transaksi ariyah, pihak peminjam harus menerima langsung barang itu. Kemudian, barang yang dipinjamkan juga harus bisa dimanfaatkan secara langsung.
4. Manfaat barang yang dipinjam sifatnya mubah
Manfaat barang yang dipinjam dalam transaksi ariyah harus bersifat mubah atau dibolehkan oleh syara’. Misalnya ketika meminjam kendaraan orang lain, hendaknya kendaraan itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti untuk ziarah, silaturahmi, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
(MSD)