Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Syubhat: Pengertian, Macam, dan Contoh Kasusnya dalam Kehidupan
5 November 2021 13:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Selain halal dan haram, Islam mengenal istilah syubhat yang berarti samar dan tidak diketahui kebenarannya. Ketika suatu perkara tidak jelas status hukumnya, Islam menganjurkan untuk meninggalkan perkara tersebut agar tehindar dari perilaku yang dilarang Allah.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, syuhbat adalah sesuatu yang masih diperdebatkan hukumnya berdasarkan Alquran dan sunnah. Dikutip dari buku 40 Pesan Nabi Untuk Setiap Muslim oleh Fahrur Mu’is, S.Pd.I, M.Ag, dkk., ketidakjelasan terhadap perkara halal dan haram ini dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdillah Nu’man bin Basyir berikut:
Rasululullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya, terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka, siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, ia akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, lambat laun dia akan memasukinya.
ADVERTISEMENT
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan. Ketahuilah bahwa larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam tubuh ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa dia adalah hati." (HR AI-Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa jika seseorang tidak mengetahui dengan jelas status halal dan haramnya suatu perkara, maka sebaiknya ia meninggalkan perkara tersebut agar tidak terjerumus dalam perkara haram. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadits berikut:
“Tinggalkanlah apa yang meragunkanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. At-Tirmidzi)
Lalu, bagaimana bentuk syuhbat dalam pandangan Islam?
Macam-macam Bentuk Syuhbat
Mengutip dari buku Al-Wafi karya Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, para ulama membagi syuhbat menjadi tiga macam, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Sesuatu yang diketahui sebagai perkara haram, namun bercampur dengan yang halal.
Contoh lain dari kasus ini adalah buah curian yang tercampur dengan buah halal. Makanan haram yang bercampur dengan makanan halal sehingga tidak dapat dibedakan status hukumnya juga tergolong dalam perkara syuhbat.
2. Sesuatu yang diketahui halal namun timbul keraguan sebab keharamannya.
Contoh dari kasus ini adalah seseorang yang ragu antara terjadinya hadast ketika ia sedang menunaikan sholatnya. Hal tersebut pernah terjadi pada zaman Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari.
Oleh Abbad bin Tamim dari pamannya yang mengadu kepada Rasulullah tentang seseorang yang kentut ketika sedang menunaikan sholat. Kemudian Rasulullah bersabda, “Janganlah ia berpaling (menggurkan sholatnya) sampai ia benar-benar mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Al Bukhari)
ADVERTISEMENT
3. Sesuatu yang tidak diketahui asal dan status halal atau haramnya.
Sikap yang paling baik adalah menghindari keraguan tersebut karena tidak diketahui dengan jelas status halal dan haramnya. Seperti yang dilakukan Rasulullah ketika menemukan sebuah kurma di tanah rumahnya. Beliau memilih untuk tidak memakannya karena khawatir kurma tersebut berasal dari harta sedekah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Rasulullah SAW bersabda:
“Saat aku kembali ke rumah, aku menemukan kurma di tanah rumahku. Kalau saja aku tidak khawatir bahwa sebutir kurma ini berasal dari barang sedekah, tentu sudah aku makan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
(IPT)