Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Tata Cara Pemilihan Paus Baru oleh Para Kardinal di Vatikan
23 April 2025 11:15 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kabar berpulangnya Paus Fransiskus pada Senin (24/4) kemarin membuat para Kardinal di Vatikan fokus menyiapkan prosesi pemilihan Paus baru. Prosesi ini merupakan tradisi yang paling sakral dan tertutup dalam Gereja Katolik Roma.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui, Paus sendiri merupakan pemimpin tertinggi umat Katolik di seluruh dunia. Keberadaannya memiliki arti penting bagi mereka yang mengimani ajaran Yesus Kristus.
Dalam tradisi Katolik, tata cara pemilihan Paus baru dikenal dengan sebutan Konklaf Kepausan. Rangkaian prosesinya berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan sekitar 14-20 hari setelah kabar wafatnya Paus diumumkan secara resmi oleh gereja.
Tata cara pemilihan Paus baru cukup panjang dan kompleks. Untuk mengetahui prosesinya, simaklah pembahasan lengkapnya di sini!
Tata Cara Pemilihan Paus Baru
Setelah seorang Paus meninggal dunia atau mengundurkan diri, kepemimpinan sementara Gereja Katolik diserahkan kepada Dewan Kardinal. Mengutip situs United States Conference of Catholic Bishops (USCCB), Kardinal adalah para uskup senior dan pejabat tinggi Vatikan dari berbagai belahan dunia yang ditunjuk langsung oleh Paus.
ADVERTISEMENT
Selama masa kekosongan, para Kardinal mengadakan serangkaian pertemuan di Vatikan yang dikenal sebagai Kongregasi Umum (General Congregations). Forum ini dimanfaatkan untuk membahas situasi internal Gereja, meliputi tantangan dan kebutuhan umat Katolik secara global.
Dalam rangkaian pertemuan tersebut, para Kardinal juga menyiapkan proses Konklaf untuk memilih Paus baru. Namun, tidak semua Kardinal memiliki hak suara. Hanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun yang diizinkan ikut memilih. Kelompok inilah yang dikenal sebagai Kardinal Elektor.
Saat ini, dari total 252 Kardinal yang tersebar di seluruh dunia, terdapat sekitar 138 yang memenuhi syarat sebagai Kardinal Elektor. Mengacu pada laporan The Guardian, berikut tata cara pemilihan Paus baru yang akan mereka jalani dalam Konklaf:
ADVERTISEMENT
1. Para Kardinal Bersumpah
Setibanya di Roma, para Kardinal Elektor berkumpul di bawah langit-langit megah yang dilukis Michelangelo di Kapel Sistina. Ini adalah tempat dimulainya musyawarah sakral pemilihan Paus baru.
Proses dimulai dengan pengucapan frasa Latin "extra omnes", yang berarti “semua orang keluar.” Seruan ini menandai bahwa hanya Kardinal Elektor dan beberapa petugas penting yang diperbolehkan tetap berada di dalam ruangan. Setelah itu, seluruh pintu dikunci rapat.
Para Kardinal kemudian mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan mutlak. Selama Konklaf berlangsung, mereka dilarang melakukan kontak dengan dunia luar. Ponsel disingkirkan, surat kabar dan televisi tidak diperbolehkan, dan akses informasi luar ditutup sepenuhnya.
Untuk menjamin kerahasiaan proses, Kapel Sistina juga disterilkan dari alat penyadap sebelum dan selama Konklaf berlangsung.
ADVERTISEMENT
2. Konklaf Dimulai
Konklaf dimulai dengan perayaan Misa khusus. Setelah itu, para Kardinal memasuki tahap musyawarah dan pemungutan suara. Proses ini yang berlangsung dua kali sehari, yakni pagi dan sore, hingga salah satu kandidat meraih dukungan mayorita sebanyak 2/3 suara total.
Setiap tujuh kali pemungutan suara, Konklaf dihentikan sementara selama satu hari. Waktu ini digunakan oleh para Kardinal untuk berdoa dan merenung guna memperdalam pertimbangan spiritual mereka.
Sebenarnya, secara teori, siapa pun pria yang telah dibaptis dapat menjadi Paus. Namun dalam praktiknya, kandidat Paus hampir selalu berasal dari kalangan Kardinal aktif.
Dalam setiap putaran pemilihan, para Kardinal menerima kartu suara bertuliskan "eligo in summum pontificem" yang berarti "saya memilih sebagai Paus tertinggi." Mereka menuliskan nama pilihannya di kartu itu, lalu memasukkan kartu suara ke dalam sebuah chalice khusus.
ADVERTISEMENT
Setiap putaran pemungutan suara selesai, seluruh kartu suara akan dibakar. Untuk memberikan sinyal kepada publik, bahan kimia pun ditambahkan pada proses pembakaran untuk menghasilkan asap berwarna hitam atau putih.
Asap hitam yang keluar dari cerobong Kapel Sistina menandakan bahwa belum ada keputusan. Sementara, asap putih menjadi tanda yang ditunggu-tunggu, yakni seorang Paus baru telah terpilih.
3. Paus Baru Terpilih
Munculnya asap putih dari cerobong Kapel Sistina menjadi tanda bahwa seorang Paus baru telah terpilih. Para Kardinal kemudian menyatakan janji kesetiaan kepada pemimpin baru tersebut.
Paus terpilih dibawa ke sebuah ruangan khusus yang dikenal sebagai Room of Tears, tempat ia mengenakan jubah putih, kopiah (zucchetto), dan sandal merah. Ini adalah simbol awal dari peran suci yang akan dijalaninya.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah itu, Dekan Dewan Kardinal muncul di balkon utama Basilika Santo Petrus. Di hadapan ribuan umat Katolik dan wisatawan yang memadati Lapangan Santo Petrus, ia menyampaikan pengumuman bersejarah.
Dekan pun berkata, "Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam" artinya "Saya umumkan kepada Anda suatu sukacita besar: Kita memiliki seorang Paus."
Setelah pengumuman tersebut, Paus baru tampil di hadapan publik untuk pertama kalinya. Ia menyampaikan sambutan yang dikenal dengan nama "Urbi et Orbi". Ini merupakan pesan perdamaian dan harapan bagi kota Roma dan seluruh dunia.
Catatan Sejarah Konklaf
Tradisi Konklaf telah berlangsung selama lebih dari delapan abad. Prosesi yang penting dalam sejarah Gereja Katolik ini pertama kali diperkenalkan oleh Paus Gregorius X pada tahun 1274.
ADVERTISEMENT
Mengutip The Guardian, sejarah mencatat bahwa Konklaf terlama terjadi pada tahun 1922. Saat itu, para Kardinal membutuhkan waktu lima hari untuk mencapai kesepakatan dalam memilih Paus baru.
Setiap pemilihan memiliki dinamika tersendiri yang dipengaruhi oleh konteks zaman dan tantangan Gereja saat itu. Namun satu hal yang tetap konsisten adalah semangat doa, refleksi, serta persatuan umat Katolik. Tiga hal ini menjadi fondasi utama dalam menentukan pemimpin baru bagi Gereja Katolik.
(NSF)