Kembali Ramai Dibahas, Apa Risiko dari Sunat Perempuan?

Berita Heboh
Membicarakan apa saja yang sedang ramai.
Konten dari Pengguna
13 Januari 2020 10:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Heboh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peralatan untuk menyunat. (Foto: Nur Syarifah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peralatan untuk menyunat. (Foto: Nur Syarifah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pembahasan mengenai sunat perempuan sedang ramai kembali. Di Twitter, tak sedikit orang yang bertanya apa dampak yang dirasakan jika perempuan disunat ketika masih bayi.
ADVERTISEMENT
Sunat pada perempuan biasanya dilakukan dengan melukai atau memotong sedikit bagian dari kulit penutup (prepusium) klitoris. Padahal, tidak semua anak perempuan punya prepusium yang menutupi saluran kemih atau klitoris.
Pembahasan mengenai ini bermula dari mention-an seorang pengguna Twitter ber-username @raviopatra kepada @KemenkesRI. Ia menyoroti tentang adanya praktik sunat perempuan yang dilaksanakan sebuah yayasan pendidikan. Padahal Kemenkes sudah melarang kegiatan itu.
Ya, Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan peraturan tentang pelarangan sunat perempuan melalui Permenkes No.6 tahun 2014. Peraturannya menyatakan, sunat pada perempuan bukan termasuk dalam tindakan kedokteran karena tidak berdasar pada indikasi medis dan tak terbukti bermanfaat bagi kesehatan perempuan.
Bukan hanya dilarang dari dalam negeri, WHO, Organisasi Kesehatan Dunia juga telah lama melarang tradisi ini.
ADVERTISEMENT
"Praktik ini menghilangkan dan melukai jaringan genital perempuan yang sehat dan normal, mengganggu fungsi alami tubuh perempuan dan anak perempuan," bunyi tulisan di laman WHO.
Mengutip laman WHO, ada dampak jangka pendek dan jangka panjang yang akan dirasakan perempuan apabila ia disunat. Apa saja itu?
Risiko Kesehatan Jangka Pendek
Ilustrasi (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Risiko Kesehatan Jangka Panjang
Ilustrasi (Foto: Unsplash)
ADVERTISEMENT
Saking banyaknya risiko, maka itu WHO dan Kemenkes menantang keras praktik ini. Sekalipun sunat perempuan dianggap normatif atau bahkan bagian dari budaya.
(NS)