Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Dukung Febri Diansyah, Yulius: Hormati Undang-Undang dan Kode Etik Advokat
17 Maret 2025 12:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Yulius Setiarto menghormati keputusan eks juru bicara KPK, Febri Diansyah, yang terpanggil untuk bergabung menjadi kuasa hukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice) Harun Masiku.
ADVERTISEMENT
Menurut Yulius, langkah Febri sebagai sikap terhadap kepatuhan dan ketaatan dalam memegang Undang-Undang (UU) dan Kode Etik Advokat.
“Semua advokat itu harus tunduk pada UU dan kode etik, salah satunya advokat dilarang menolak suatu perkara karena perbedaan pandangan politik. Advokat tidak boleh tunduk pada opini yang berkembang dan kritik yang gak jelas terhadap langkah Febri,” kata Yulius di Gedung DPR RI, Senayan, kemarin.
Yulius menjelaskan, kode etik yang mengikat advokat jelas tertera pada pasal 3 huruf a kode etik. Pasal 3 huruf a dengan jelas menyebutkan, bahwa seorang advokat dilarang menolak suatu perkara karena perbedaan pandangan politik.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Advokat, yang melarang advokat membedakan perlakuan terhadap klien karena alasan politik.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Febri sebagai advokat memiliki hak menjalankan profesinya secara bebas dan mandiri tanpa dipengaruhi pendapat dan opini liar dari manapun termasuk mantan kolega.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, mengatur bahwa “Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras atau latar belakang sosial dan budaya”.
Demikian halnya dengan ketentuan dalam Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat, mengatur bahwa “Advokat dapat menolak untuk memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya”.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Febri mendapat kritikan dari beberapa pihak, usai dirinya menjadi kuasa hukum dan juru bicara dalam kasus Hasto. Salah satu kritikan tersebut datang dari mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, yang menilai langkah Febri menjadi kuasa hukum Hasto sebagai keberpihakan kepada tersangka korupsi.
Selain itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, juga menilai keputusan Febri tersebut tidak etis, mengingat rekam jejak Febri sebagai mantan pegawai KPK.
Yulius mengajak semua pihak untuk menghormati Febri dalam menjalankan profesinya sebagai advokat. Ia mengingatkan, bahwa profesi advokat merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) dan setara dengan penegak hukum lainnya. (**)