Konten Media Partner

Gaji Pengurus Koperasi di Kotim Fantastis, Anggota Hanya Dapat Ratusan Ribu

27 Maret 2025 9:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat melakukan penyitaan beberapa waktu yang lalu. (Foto : Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat melakukan penyitaan beberapa waktu yang lalu. (Foto : Istimewa)
ADVERTISEMENT
SAMPIT– Pengelolaan koperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menjadi sorotan publik setelah terungkapnya praktik pengelolaan yang tidak transparan.
ADVERTISEMENT
Dalam sejumlah pengaduan yang diterima oleh warga, terungkap bahwa gaji pengurus koperasi di Kotim mencapai angka fantastis, sementara anggotanya hanya memperoleh pembagian yang sangat kecil.
Berdasarkan data yang dihimpun dari pengaduan warga, ditemukan bahwa pengurus koperasi menerima insentif yang sangat besar. Setiap pembagian SHK (Sisa Hasil Kebun) triwulanan, sejumlah pengurus koperasi bisa memperoleh puluhan hingga ratusan juta rupiah. Sementara itu, anggota koperasi hanya mendapatkan bagian yang jauh lebih kecil, yakni hanya ratusan ribu rupiah.
Sebagai contoh, sebuah koperasi yang berada di Kecamatan Cempaga Hulu dengan anggota sekitar 754 orang, mencatatkan SHK kotor sekitar Rp 3,13 miliar pada Februari 2025.
Dari jumlah tersebut, insentif untuk empat pengurus koperasi—terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan ketua pengawas—mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Setiap pengurus memperoleh sekitar Rp 286 juta, sedangkan anggota lainnya hanya menerima sekitar Rp 6 juta per orang. Admin koperasi pun menerima Rp 50 juta.
ADVERTISEMENT
“Ini sudah menjadi rahasia umum. Gaji pengurus koperasi lebih besar dibandingkan anggota, dan ini terjadi di banyak koperasi di Kotim. Kami mendesak agar masalah ini diusut tuntas,” kata Anton Al Sudani, seorang warga yang pernah menjadi anggota koperasi.
Anton juga mengungkapkan bahwa ada dugaan pengurus koperasi menjual nama-nama organisasi masyarakat (ormas) untuk mendapatkan akses ke lahan plasma. Menurutnya, program koperasi yang seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru hanya menguntungkan oknum pengurus.
“Saat ini kami telah mengumpulkan data dari sejumlah koperasi di Kotim dan berencana untuk melaporkannya dalam waktu dekat,” tambah Anton.
Praktik ini, kata Anton, semakin memperlihatkan ketimpangan yang mencolok, di mana pengurus koperasi bisa membeli mobil-mobil mewah seperti Hilux, Fortuner, hingga Pajero berkat insentif yang mereka terima.
ADVERTISEMENT
Pengurus koperasi tersebut bahkan tidak jarang menghabiskan biaya operasional bulanan untuk kendaraan-kendaraan tersebut yang bisa mencapai Rp 5 juta, hanya dengan mengandalkan posisi mereka sebagai pengurus koperasi.
“Dengan hanya mengandalkan SHK, pengurus koperasi sudah bisa membeli mobil mewah,” tandas Anton.**
(Maulana Kawit)