3 Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia Paling Fenomenal

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 8:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyak negara, termasuk Indonesia merayakan Hak Asasi Manusia setiap tahun pada tanggal 10 Desember. Sejak diresmikan pada 71 tahun silam oleh International Humanist and Ethical Union, masih banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT

3 Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Inilah 3 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang paling fenomenal:
1. Tragedi Talangsari (1989)
Tragedi Talangsari yang terjadi pada 7 Februari 1989 di Lampung termasuk salah satu pelanggaran HAM yang cukup berat dan fenomenal di Indonesia.
Di masa itulah Presiden Soeharto mengadakan program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau yang bisa disebut sebagai P-4. Program ini banyak menyasar masyarakat Islam yang kritis terhadap pemerintahan Orde Baru.
Lambat laun hal itu pun memancing reaksi kelompok Islam di Indonesia, termasuk kelompok Warsidi di Lampung yang akhirnya dituduh sebagai kelompok radikal yang memperoleh perlakuan yang represif dari militer dan polisi, hingga membuahkan tragedi pembantaian.
ADVERTISEMENT
Di dalam tragedi itu, diketahui ada sekitar 130 orang tewas dan 229 orang yang dianiaya sampai mengalami luka berat hingga kecacatan tetap.
2. Pembunuhan Marsinah (1993)
Marsinah adalah seorang buruh pabrik dan aktivitas di zaman Orde Baru yang ditemukan tewas akibat penyiksaan yang amat parah.
Pada tanggal 3-4 Mei 1998, Marsinah dan rekan-rekannya melakukan demonstrasi, karena pabrik tempat mereka bekerja tidak meningkatkan upah sesuai edaran gubernur Jawa Timur.
Pada siang tanggal 5 Mei 1998, 13 rekan Marsinah ditangkap oleh Kodim Sidoarjo atas tuduhan penghasutan kepada para buruh agar melakukan mogok (tidak masuk kerja) masal.
Rekan-rekannya itu bahkan dipaksa untuk mengundurkan diri. Merasa bertanggung jawab, Marsinah pun mendatangi Kodim untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya.
ADVERTISEMENT
Malamnya, Marsinah menghilang dan tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Wanita malang itu baru ditemukan pada tanggal 8 Mei 1993 di dalam keadaan tak bernyawa. Berdasarkan hasil autopsi, ia meninggal usai mengalami penyiksaan yang berat.
3. Penculikan Aktivis dan Tragedi Trisakti (1997-1998)
Universitas Trisakti, Foto: Universitas Trisakti
Penculikan Aktivis 97/98 adalah operasi penghilangan orang secara paksa, terutama para aktivis pro-demokrasi menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998.
Tragedi ini mengakibatkan tewasnya seorang aktivis, disiksanya 11 aktivis, hilangnya 23 aktivis, dan dirampasnya kemerdekaan fisik 19 aktivis.
Tragedi yang terus berlangsung sampai tahun 1998 ini menjadi permulaan dari Tragedi Trisakti yang merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM yang selalu dikenang di Indonesia.
Pada tanggal 12 Mei 1998, terjadi penembakan terhadap seorang mahasiswa sekaligus demonstran di Universitas Trisakti yang menuntut Soeharto untuk melepas jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 4 orang mahasiswa yang tewas di dalam tragedi itu, yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto.
Berkat tragedi tersebut, Universitas ini bahkan dijuluki sebagai Kampus Pahlawan Reformasi.
Meskipun ketiganya terjadi pada masa orde baru yang memang sangat kelam, tetapi berdasarkan buku Pelanggaran HAM dalam hukum keadaan darurat di Indonesia, Binsar Gultom, (2010:1), kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dapat kapan saja terjadi baik ketika negara berada di dalam keadaan normal maupun keadaan tidak normal alias darurat. Maka dari itu, pelanggaran HAM harus diwaspadai dan dilaporkan ke pihak berwenang.(BRP)