Bacaan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2022 22:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Puisi Hujan Bulan Juni. (Foto: xusenru by https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Puisi Hujan Bulan Juni. (Foto: xusenru by https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, puisi Sapardi masih hidup di hati masyarakat Indonesia. Ya, kita melihat bahwa Sapardi Djoko Damono bukan hanya sebagai seorang penyair yang menghasilkan puisi-puisi imajis saja, tetapi juga penyair yang menampilkan puisi-puisi misteri hidup. Seorang penyair sebagaimana layaknya seorang seniman, beliau dilengkapi dengan indera yang istimewa. Oleh karena itu, Sapardi mampu melihat hal yang tak tampak, mendengar yang tak bersua, mencecap yang gak ada rasa, serta meraba yang tak berwujud. Salah satu puisi Sapardi yang terkenal adalah Hujan Bulan Juni. Nah, artikel kali ini akan membahas lebih lanjut bacaan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.
ADVERTISEMENT

Apa Isi dari Puisi Hujan Bulan Juni?

Ilustrasi Puisi Hujan Bulan Juni. (Foto: shlomaster by https://pixabay.com/id/)
Beberapa orang mungkin bertanya-tanya, mengapa kumpulan puisi yang merupakan rekaman proses perkembangan kepenyairan Sapardi selama tiga puluh tahun (1964-1994) diberi judul Hujan Bulan Juni. Dikutip dari buku Sapardi Djoko Damono: Karya dan Dunianya yang ditulis oleh Bakdi Soemanto (2006: 131), Hujan Bulan Juni merupakan judul salah satu puisi dalam kumpulan buku itu. Berikut adalah isi puisi Hujan Bulan Juni yang seutuhnya:

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapuskannya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
ADVERTISEMENT
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Untuk dapat memahami puisi tersebut, kamu dapat mengingat terlebih dahulu bahwa musim apa yang ada pada bulan Juni di Indonesia? Sudah jelas bahwa Juni bukan musim penghujan, tetapi musim kemarau. Mungkin ada sisa hujan tetapi tinggal sedikit sekali. Sapardi justru melihat sesuatu yang tak kelihatan, yaitu dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu.
Dengan kata lain, jangankan hujan, gerimis pun tiada. Jalan-jalan pun tidak basah, sebab memang tidak ada hujan. Sungguh puisi Hujan Bulan Juni yang sangat indah dari Sapardi. Semoga informasi di atas bermanfaat! (CHL)