Konten dari Pengguna

Ceramah Ramadhan Singkat untuk Bermuhasabah Diri

Berita Terkini
Penulis kumparan
1 Mei 2021 18:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Contoh Materi Ceramah Ramadhan. Foto: dok. https://unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Contoh Materi Ceramah Ramadhan. Foto: dok. https://unsplash.com
ADVERTISEMENT
Ceramah Ramadhan merupakan amalan yang banyak dilakukan untuk dapat membentuk pribadi yang lebih baik lagi, khususnya di bulan Ramadhan. Hal ini bisa kita peroleh dari memahami dan meresapi materi ceramah Ramadhan yang kita dengar untuk dapat mengoreksi diri kita dengan bermuhasabah. Berikut ini adalah materi ceramah Ramadhan singkat yang dapat Anda resapi dan ambil hikmahnya.
ADVERTISEMENT

Ceramah Ramadhan Singkat Untuk Memperbaiki Diri

Menjadi muslim yang lebih baik daripada sebelumnya menjadi salah satu tujuan tiap muslim setelah berhasil melalui bulan suci Ramadhan. Hal ini tentu diraih dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan bermuhasabah diri. Cara bermuhasabah diri dan menyadarkan diri kita untuk memperbaiki keburukan kita adalah dengan menyimak ceramah Ramadhan. Berikut ini adalah ceramah Ramadhan singkat yang dikutip dari buku berjudul Menutur Agama Dari Atas Mimbar yang disusun oleh Sehat Sultoni Dalimunthe (2017:15-18).
Menjelang Kehadiran Bulan Ramadhan ini, mari bersama sama mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan (Selamat Datang Ya Ramadhan). Akal kita ajak untuk senang memikirkan, merenungkan, dan menghayati indahnya Ramadhan. Hati, kita gugah untuk sensitif untuk memahami dan bersimpati terhadap keagungan Ramadhan. Anggota tubuh, kita ajak untuk bergerak dan menggerakkan lautan fungsional dari Ramadhan. Dalam kajian Islam, kita memahami syariat secara zhahir melalui fiqh. Untuk memahami latar belakang dan makna dari syariat itu dapat dipelajari dari Filsafat Agama, khususnya Filsafat Syariat. Sedangkan kualitas amalan syariat atau keberagamaan dikaji dalam Tasauf.
ADVERTISEMENT
Kali ini kita akan mencoba membahas sebagian dari kajian tasauf yang berhubungan dengan kualitas keberagamaan. Prof. Dr. Baihaki mengatakan bahwa ada dua hal yang harus selalu diingat dan sekaligus dua hal yang harus selalu dilupakan agar kualitas diri berada pada maqam yang tertinggi dalam perspektif tasauf. Dua yang selalu harus diingat, pertama kesalahan kita (pengakuan atas segala kesalahan) terhadap siapa pun dan lebih khusus kepada Allah. Konsep istigfar di dalam Islam sebagai indikator bahwa kita tidak luput dari kesalahan lahir dan batin. Boleh jadi kita sadar akan kesalahan lahir, tetapi kita tidak sadar dengan kesalahan batin. Untuk itu tradisi kalam kita dalam bermaaf-maafan, khususnya di waktu ‘idul fitri, “mohon maaf, lahir dan batin”. Boleh jadi perkataan kita, sikap kita, pemikiran kita, keberadaan kita, keputusan kita atas sesuatu, telah membuat orang tersinggung, telah merugikan orang lain dengan tanpa kita sadari. Itu boleh jadi menjadi dosa batin.
Ilustrasi Memahami Ceramah. Foto: dok. https://unsplash.com
Dalam literatur tasauf, dikisahkan bahwa ada seorang Sufi mendapat suatu musibah. Ketika itu ia berkata “musibah ini terjadi sebagai balasan atas dosa saya 40 tahun yang lalu. Subhanallah, masih ada yang ingat dosa yang diperbuat 40 tahun yang lalu. Boleh jadi kita sudah lupa atas dosa yang kita perbuat seminggu yang lalu atau dosa yang kita perbuat kemarin. Barangkali dosa kita bagaikan tumpukan pasir kata Abu Nawas, lantas bagaimana menghitungnya, bagimana mengingatnya. Mari kita berusaha dan berdo’a mengingat dosa-dosa kita, kesalahan-kesalahan kita untuk memperbaiki kualitas diri secara produktif. Kedua mengingat nikmat yang kita terima, termasuk dalam hal ini kebaikan orang lain kepada kita. Seandainya kita mau menghitung kebaikan Allah kepada kita, niscaya umur kita berakhir sementara nikmatnya belum selasai dihitung.
ADVERTISEMENT
Artinya: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.S. Ibrahim/24:34)
Mari gunakan akal sehat dan hati nurani kita bagaimana baiknya Allah kepada kita. Sedikit saja matahari itu didekatkan Allah ke bumi kata Harun Yahya, niscaya panas terik matahari mengakhiri kehidupan bumi. Demikian juga, jika matahari dijauhkan dari bumi, maka bumi akan beku, dan kehidupan manusiapun akan berakhir. Rabbanâ mâ khalaqta hadzâ bâtilan (Ya Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia). Kenapa nikmat Allah pasti tidak bisa dihitung, secara teoritis karena nikmat tidak memiliki hadd al-kamâl (batas kesempurnaan). Nikmat hanya memiliki hadd al-tamâm (batas kecukupan), dimana nikmat Allah tidak pernah berhenti mengalir. Nikmat dalam konsepnya dan kenyataannya selalu bertambah untuk mencukupi kebutuhan manusia. Yang selalu bertambah tidak bisa dihitung. Kebaikan orang lain terhadap kita harus selalu diingat. Menurut penuturan Andi F. Noya, ia sangat mengenang gurunya yang pernah memotivasinya bahwa ia suatu saat akan menjadi orang berhasil. Ketika ia sudah menjadi orang yang berhasil, ia mencoba mencari tahu gurunya, sampai suatu saat ia bisa berkomunikasi lewat telepon.
ADVERTISEMENT
Jika batin kita sensitif dalam memandang positif kebaikan orang lain kepada kita, niscaya kita menjadi `abdan syakura (hamba yang pandai bersykur). Marilah kita ajak akal dan hati kita mengingat semua kebaikan-kebaikan Allah dan kebaikan orang lain, niscaya kita tergugah untuk berbuat baik dan jika ada kesempatan berbuat baik, niscaya kita mengejar kebaikan itu, karena kebaikan yang ikhlas pasti dibalas dengan kebaikan juga. Faman ya`mal mitsqâla dzarrarin khairan yarâhu. Sebaliknya, ada dua hal yang selalu harus dilupakan, pertama kebaikan kita terhadap orang lain. Untuk meningkatkan kualitas kebaikan itu, mari kita mencoba melupakan semua kebaikan kebaikan yang pernah kita lakukan, jika itu tidak bermanfaat untuk diingat dan apalagi merusak nilai kebaikanitu sendiri. Jika kita mengingatnya, mari kita ucapkan a’udzubillâhi min al-syaithâni al rajîm.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh Nurcholis Madjid, kisah yang terjadi di akhirat. Setelah penghuni terakhir masuk surga, malaikat Ridwan penjaga surga berjalan-jalan ke neraka di temani malaikat Malik, penguasa neraka. Malaikat Ridwan akan mencari siapa di antara penghuni neraka yang berhak dimasuk ke surga. Malaikat Ridwan bertanya kepada penghuni neraka, “Adakah di antara kalian yang memiliki kebaikan di dunia?”, semua penghuni surga mengangkat tangan, kecuali satu orang. Perhatian Malaikat Ridwan tertuju kepada orang yang tidak menunjuk tangan dan bertanya, “Apakah kamu tidak mempunyai kebaikan di Dunia?”. Orang tersebut menjawab, “tidak”.
Saat Malaikat Ridwan mengingatkan kebaikannya berdasarkan jenis kebaikan, tempat, hari, bulan, tahun, jam, dan minit kebaikan itu dilakukan, orang tersebut tetap mengatakan, “saya tidak ingat”. Malaikat Ridwan, mengumumkan, bahwa ialah yang berhak dimasukkan ke surga, karena ia telah ikhlas berbuat baik, indikatornya, ia telah melupakan kebaikannya. Ketika Andi F. Noya menelepon guru yang ia kenang, Andi menceritakan identiasnya, tetapi guru tidak ingat, ia hanya mengatakan, “sepertinya saya kenal”. Sungguh berkualitas kebaikan itu, jika kita melupakannya dan tidak mengingat-ingatnya. Itu adalah langkah untuk ikhlas. Kedua, melupakan derita termasuk keburukan orang lain terhadap kita.
ADVERTISEMENT
Penderitaan, kesengsaraan, kemiskinan, kesedihan yang kita terima terjadi atas niat baik Tuhan kata Mu’tazilah. Semua itu tidak akan merobah status Allah yang Pengasih dan Penyanyang. Kalimat Subhanallah kata Cak-Nur sebagai simbol bahwa kita tidak boleh buruk sangka atas ketentuan Allah. Orang-orang yang pernah membuat luka hati kita, menzhalimi kita, menyengsarakan kita, pasti dibalas oleh Allah keburukannya, sementara kita pasti beruntung jika diterima dengan ikhlas karena do’a do’a kita akan mudah dikabulkan oleh Allah. Sementara itu, membenci pada dasarnya adalah penyakit batin.
Boleh kita membenci keburukan, tetapi tidak usah membenci orangnya. Lupakanlah keburukan-keburukan orang lain terhadap kita, karena mengingatnya bisa melahirkan dendam dan dendam itu merupakan keburukan. Tidak membenci orang yang berbuat buruk terhadap kita adalah merupakan amalan yang baik, tetapi menyenangi orang yang berbuat buruk sama kita jauh lebih baik. Membenci orang yang membeci kita adalah hukum syariat, tetapi tidak membenci orang yang membenci kita dan bahkan menyenanginya dalah hukum tasauf.
ADVERTISEMENT
Materi ceramah Ramadhan singkat tersebut dapat Anda simpan untuk meningkatkan keimanan Anda atau juga dapat Anda bagikan dengan sesama umat Islam untuk saling mengajak kepada kebaikan. Semoga bermanfaat. (DA)