Konten dari Pengguna

Ceramah Ramadhan yang Menyentuh Hati Tentang Ketakwaan

Berita Terkini
Penulis kumparan
25 April 2021 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ceramah di Bulan Ramadhan. Foto: dok. https://pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ceramah di Bulan Ramadhan. Foto: dok. https://pexels.com
ADVERTISEMENT
Ceramah yang berisi nasehat agama menjadi salah satu hal yang paling sering diperdengarkan untuk meningkatkan keimanan, khususnya di bulan Ramadhan. Berikut ini adalah contoh materi ceramah Ramadhan yang menyentuh hati yang dapat Anda pahami dan resapi untuk meningkatkan keimanan Anda.
ADVERTISEMENT

Materi Ceramah Ramadhan yang Menyentuh Hati Tentang Hikmah Ketakwaan

Meningkatkan amalan berpahala di bulan Ramadhan menjadi kegiatan yang banyak dilakukan umat Islam. Bagaimana tidak, bulan Ramadhan ini sendiri merupakan bulan yang penuh dengan limpahan rahmat dan ampunan. Hal ini tentunya membuat banyak umat Islam berlomba-lomba untuk memperbanyak kegiatan yang berpahala dan bermanfaat, salah satunya adalah mendengarkan ceramah. Berikut ini salah satu materi ceramah Ramadhan yang menyentuh hati tentang ketakwaan yang dikutip dari buku berjudul Menutur Agama Dari Atas Mimbar yang disusun oleh Sehat Sultoni Dalimunthe (2017:10-13):
Ayat Alquran yang membicarakan puasa Ramadhan pada Q.S. al-Baqarah/2: 183-187, ada tiga kata “la’alla” yang sering dijadikan oleh banyak penutur agama sebagai kunci untuk mengatakan tujuan dari puasa Ramadhan. Pertama, “la’allakum tattaqûn” (agar kalian bertakwa). Kedua, la’allakum tasykurun (agar kalian bersyukur”. Terakhir, “la’allakuhum yarsyudun” (agar mereka selalu berada dalam kebenaran). Yang pertama, yaitu “la’allakum tattaqûn” dinilai lebih sentral dan pada setiap khutbah Jum’at, pesan tersebut menjadi rukun.
ADVERTISEMENT
Makna ayat-ayat Alquran menurut Quraish Shihab tidak pernah selesai, selalu dinamis. Hari ini takwa kita baca, esok lusa kita baca lagi, maknanya bisa berkembang dan bahkan berubah. Dalam konteks inilah, dirasa masih tetap perlu membicarakan tema takwa. Ketakwaan sering dihubungkan dengan surga. Disebutkan, orang bertakwa itu masuk surga, surga itu dipersiapkan untuk orang bertakwa, terdapat dalam (Q.S. Ali ‘Imrān/3: 133, al-Ra’d/13:35, al Furqān/25:15, dan Muḥammad/47:15). Surga diwariskan untuk orang bertakwa terdapat dalam (Q.S. Maryam/19: 63). Surga didekatkan kepada orang bertakwa, terdapat dalam (Q.S. asy-Syu’arā:26: 90, Qaf/50:31). Orang bertakwa dibawa masuk ke dalam surga, terdapat dalam (Q.S. al-Zumar/39: 73). Hanya sekali surga disebutkan dipersiapkan untuk orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, dalam (Q.S. al-Ḥadīd/57:21). Secara khusus dalam Q.S. al Mu’minūn/23:11, disebutkan bahwa orang-orang beriman (al mu’minun) sebagai pewaris surga firdaus. Nurcholish Madjid menyimpulkan inti takwa dari Q.S. al Ḥadīd/57:4.
ADVERTISEMENT
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Inti takwa itu menurut Cak Nur kalimat dalam ayat di atas, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ (Allahَ bersamamu dimanapun kamu berada). Selanjutnya ia berkata bahwa maknanya “kesadaran yang sangat mendalam bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita” (omnipresent). Takwa ialah kalau kita mengerjakan segala sesuatu, kita kerjakan dengan kesadaran penuh bahwa Allah beserta kita, Allah menyertai kita, Allah mengawasi kita dan Allah memperhitungkan perbuatan kita.
ADVERTISEMENT
Menjadi Hamba yang Bertaqwa. Foto: dok. https://unsplash.com
Lebih lanjut lagi Nurcholish Madjid mengatakan bahwa takwa menghasilkan tindakan yang ikhlas, tulus, dan tanpa pamrih. Dengan takwa juga, berbuat baik bukan karena takut sama orang. Meninggalkan perbuatan jahat juga bukan karena pengawasan orang, tetapi karena dinamika yang tumbuh dalam diri sebagai akibat dari takwa. Disini dapat dipahami bahwa takwa adalah sebab yang melahirkan akibat-akibat kebaikan yang berkualitas paripurna dalam berislam dan beriman. Takwa adalah potensi yang bisa mengaktualkan kebaikan-kebaikan yang ikhlas tingkat tinggi dalam menjalani hidup secara vertikal dan horizontal.
Apa saja buah atau hasil yang dilahirkan dari takwa? Pertama, orang-orang yang bertakwa dalam pengertian (al-muttaqûn) bukan al-ladzîna attaqaû, adalah orang-orang yang senantiasa berbahagia dan bergembira karena kesadaran mendalam atas kehadiran Allah Yang Maha Sempurna dalam dirinya. Tidak pernah ada masalah dalam dirinya yang tidak bisa diselesaikan oleh yang menyertainya Allah Maha Segalanya. Kebahagiaan dan kesengsaraan, yang silih berganti datang dalam diri kita membuktikan derajat ketakwaan itu. Pada saat berbahagia dan bergembira, menunjukkan bahwa derajat takwa kita sedang baik. Perasaan diri atas kesengsaraan dan kesedihan sebagai bukti bahwa kita sedang keluar dari ketakwaan karena akibat sedang hilangnya kesadaran yang mendalam atas kehadiran Yang Maha Sempurna.
ADVERTISEMENT
Kedua, al-muttaqûn adalah orang-orang yang “malu tidak berbuat baik”, karena ia sadar bahwa Yang Maha Mulia, Yang Maha Mengetahui apa yang lahir dan batin. Ia sadar secara mendalam bahwa kehadiran Yang Maha Sempurna dalam dirinya sangat menguntungkan dan tidak berhasrat untuk berpisah denganNya. Untuk itulah, ia senantiasa berusaha untuk melakukan amalan amalan sunat sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Kegemaran yang ikhlas untuk berbuat baik di luar yang nyata diwajibakan oleh Allah adalah gambaran manusia seperti ini. Dalam hal ini, orang orang yang berzakat dan berinfak karena sesuatu yang wajib tidak lah istimewa, tetapi kita patut iri kepada sekelompok manusia yang selain gemar berzakat dan berinfak, ia juga gemar bersedekah dan berwakaf yang ikhlas dalam penilaian Allah. Kita patut bangga melihat sekelompok manusia, yang dengan cinta, memperbanyak shalat-shalat sunat. Kita wajar mengacungkan jempol, untuk sekelompok orang yang berjihad melakukan puasa-puasa sunat. Kita patut hormat kepada sekelompok orang yang cinta mendermakan pikiran, tenaga, dan bahkan jiwa mereka untuk berbagai kebaikan. Intervensi rasio kita dalam berbuat baik yang tidak diwajibkan oleh Allah dalam pengertian fiqh sebagai bukti tidak begitu tingginya kualitas ketakwaan kita. Hal ini juga mendukung kedudukan kita manusia al-ladzîna ittaqaû. Bertakwa itu adalah dengan hati yang selalu benar, bukan dengan hati yang bermata dua positif dan negative. Dalam tasauf menurut al Qusyairi, untuk berhubungan dengan Tuhan menggunakan komponen qalb, rûh, dan sir.
ADVERTISEMENT
Ketiga, al-muttaqûn yang malu “tidak berbuat baik” dalam maqamnya yang sempuna adalah senang dan hobbi berbuat baik. Senang dan hobbi seringkali dapat dilihat tidak mempersoalkan untung rugi materil. Bukan maksud menjustifikasi hobbi memacing, bagi mereka memancing sebagai kesenangan dan hobbi, dapat tidaknya ikan bisa saja nomor urut sekian. Adakalanya pada diri kita saja, kita tidak berbuat baik, di antara buktinya kata Komaruddin Hidayat, di kala muda, orang bisa menghambur-hamburkan uang walaupun akibatnya mendatangkan penyakit. Makan-minum sesukanya, hingga penyakit mendampinginya. Ketika tua, terbalik, banyak orang menghambur-hamburkan uang untuk mendapatkan kesehatan, mereka rela menghabiskan semua hartanya dan bahkan berutang untuk dapat sehat kembali. Senang berbuat baik pada diri sendiri termasuk menjaga kesehatan jasmani.
ADVERTISEMENT
Secara umum, kesan saya semua ibadah yang diwajibkan oleh Allah selalu ada hubungannya dengan kesehatan jasmani dan sekaligus kesehatan rohani. Salah satu kesehatan rohani itu adalah kesehatan akal. Nikotin rokok ternyata dapat merusak sel-sel otak. Setiap kali merokok, maka akan ada sel otak yang mati. Sel otak yang miliyaran itu lama kelamaan akan berkurang dengan mengkonsumsi rokok dan juga alkohol. Maka bagi kita yang masih menyenangi kesahatan akal, hendaknya dapat menghentikan budaya buruk tersebut. Ternyata di antara rahasia pintarnya orang-orang Yahudi, mereka sangat peduli dengan kesehatan akal, sehingga mereka secara umum, anti rokok dan alkohol, sekalipun mereka produsen rokok terbesar dunia.
Senang dan hobi berbuat baik itu, hendaknya mengikuti sistematika yang disebutkan oleh Alquran dalam Q.S. al-Nisa/4:36, yaitu: kepada orang tua, kerabat dekat, yatim, miskin, tetangga dekat dan jauh, teman sejawat, dan hamba sahaya. Tentu masih banyak lagi yang bisa diuraikan buah dari takwa tersebut, tetapi secara umum dapat dikategorikan pada tiga jenis yang telah disebutkan, yaitu senantiasa berbahagia dan bergembira, malu tidak berbuat baik, senang dan hobi berbuat baik.
ADVERTISEMENT
Materi ceramah Ramadhan yang menyentuh tentang hikmah dari ketakwaan dapat Anda pahami dan resapi untuk memperdalam ilmu agama Anda dan juga meningkatkan keimanan Anda di bulan suci Ramadhan ini. (DA)