Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Cerita di Balik Momen Khulafaur Rasyidin Umar Bin Khattab Masuk Islam
30 Juli 2021 18:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah masuk Islam , peranan Umar bin Khattab sangatlah besar. Umar bin Khatab adalah salah satu dari empat Khulafaur Rasyidin. Dikutip dari buku yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam karangan Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (2014: 111) Khulafaur Rasyidin terdiri dari Khulafaur dan Rasyidin.
ADVERTISEMENT
Khulafaur merupakan bentuk jamak dari khalifah yang memiliki arti orang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai persoalan. Sementara Rasyidin berasal dari kata al-Rasyidun yang memiliki arti orang yang cerdas, jujur dan amanah.
Dengan demikian arti dari Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin yang menggantikan kedudukan pimpinan sebelumnya yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki sikap cerdas, jujur dan amanah.
Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang lembut namun tegas. Salah satunya karena sebelum masuk Islam Umar bin Khattab adalah seorang dari kaum Quraisy yang dikenal keras, menjadikannya salah seorang yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah memeluk agama Islam.
Cerita di Balik Momen Khulafaur Rasyidin Umar Bin Khattab Masuk Islam
Berikut adalah cerita dibalik Umar bin Khattan saat masuk Islam.
ADVERTISEMENT
1. Lantunan Al-Qur’an yang ia dengar langsung dari lisan Rasulullah
Saat Umar keluar di malam hari, ia melewati Kabah lalu menyibak kain penyingkapnya. Ternyata Nabi Muhammad sedang berdiri melaksanakan shalat di sana dengan membaca permulaan surat Al-Haqqah. Diam-diam ia menyimpan ketakjuban akan apa yang dilantunkan Nabi Muhammad. Namun hati Umar masih mengingkarinya, “Demi Allah ini pasti hanyalah syair seperi yang dikatakan orang-orang Quraisy.
Pikiran Umar langsung terbantahkan karena Nabi Muhammad membaca surat Al-Haqqah ayat 40 dan 41,
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya Al-Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya”
ADVERTISEMENT
Mendengarnya, umar kemudian berkata dalam hati “Jika bukan perkataan penyair, pasti ia dibuat oleh tukang tenung,”
Akan tetapi Nabi Muhammad melanjutkan bacaan surat Al-Haqqah ayat 42 dan 43,
وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Nabi Muhammad terus membacakan surat Al Haqqah sampai selesai. Di sisi lain Umar hanya termenung.
2. Sang adik Fatimah binti al-Khattab ternyata sudah menjadi mualaf
Dipuncak kebencianya akan agama islam, Umar memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad. Namun dalam perjalanan, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah an-Nuham al-Adawi.
“Mau ke manakah engkau wahai Umar?” sapanya.
ADVERTISEMENT
“Aku hendak menghabisi Muhammad!” jawab Umar dengan lantang.
“Bagaimana engkau bisa aman dari pembalasan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah jika kau membunuh Muhammad?” ucap Nu’aim.
“Sepertinya engkau juga telah meninggalkan agamamu,” Umar berkomentar
Karena dicurigai, Nu’aim mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Maukah ku kabarkan kepadamu sesuatu yang lebih mencengangkanmu Umar? Saudarimu beserta suaminya pun telah meninggalkan agama yang kau yakini,” tutur Nu’aim.
Kabar itu begitu mengejutkannya hingga ia tak mampu berkata. Lelaki yang dikenal dengan wataknya yang keras itu akhirnya mengubah rute yang sebelumnya akan membunuh Nabi Muhammad menuju kediaman Fatimah, adik perempuanya.
Benar saja, sesampainya di sana, Umar mendengar lantunan Al-Qur’an sedang dibacakan Khabab bin al-Arat kepada Sa’ad dan Fatimah binti al-Khattab. Menyadari kedatangan Umar, Khabab segera menyelinap ke dalam, sedangkan lembaran Al-Qur’an disembunyikan oleh Fatimah.
ADVERTISEMENT
“Bisik-bisik apa yang kudengar dari dalam rumah kalian?” bentak Umar.
“Hanya percakapan biasa saja di antara kami,” ucap Fatimah dan suaminya.
“Jangan-jangan kalian telah menganut agama baru itu? (ajaran Nabi Muhammad).”
Maka Sa'ad sang ipar berkata, “Hai Umar, bagaimana menurutmu jika kebenaran ada di luar agamamu?”
Mendengar perkataan dari Sa’ad membuat Umar geram bukan kepalang, ia segera lompat dan menginjak Sa’ad. Fatimah yang menyaksikan suaminya diperlakukan kasar oleh kakaknya berupaya melerai, namun hantaman justru mengenai Fatimah hingga wajahnya berdarah. Sang adik kemudian berkata, “Wahai Umar jika memang kebenaran itu berada di luar agamamu, bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Melihat adiknya terluka, Umar mulai menyesal dan malu, ia lalu berkata, “Coba berikan padamu al-Kitab yang tadi engkau baca.”
ADVERTISEMENT
Fatimah pun menjawab “Tidak, engkau orang najis, Al-Kitab ini hanya boleh disentuh oleh orang orang-orang suci. Pergilah mandi dulu.
Umar akhirnya bergegas mandi kemudian mengambil Kitab itu dan membaca “Bismillahirrahmaanirrahim.”
“Betapa indah dan sucinya kalimat ini,” komentar Umar.
Ia kemudian membaca surah Taha,
Hingga ayat:
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
Umar kembali terkagum-kagum selagi berkata “Indah dan mulia sekali kalam ini. Antarkanlah aku menemui Muhammad.” Khabab yang mendengar pernyataan Umar segera keluar dari persembunyiannya, “Berbahagialah hai Umar, aku benar-benar berharap agar doa Rasulullah pada malam Kamis itu terkabul pada dirimu.”
ADVERTISEMENT
Maka berangkatlah Umar menuju Darul Arqam, sebuah tempat di kaki bukit Shafa. Tempat Rasulullah berdakwah kepada para sahabatnya. Kali ini Umar bukan bermaksud membunuh Nabi Muhammad, melainkan bersyahadat dan menyatakan keislamannya.
Sesampainya di sana, Umar mengetuk pintu. Seorang sahabat mengintip dari celah-celah pintu. Dilihatnya Umar berdiri tegak dengan pedang di pinggangnya. Seluruh isi rumah panik. Mereka berkumpul hendak melindungi Nabi .
“Ada apa dengan kalian?” ucap Hamzah bin Abdul Muthalib.
“Umar datang,” jawab mereka.
“Memangnya kenapa dengan Umar? Buka pintunya. Jika dia bermaksud baik, kita akan menyambutnya. Jika dia bermaksud buruk, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri,” ucap Hamzah yang saat itu baru memeluk Islam selama tiga hari.
Nabi Muhammad memberi isyarat agar Hamzah menemui umar. Maka, dibukalah pintu, Umar masuk dan menemui Nabi Muhammad. Kemudian Nabi Muhammad memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata:
ADVERTISEMENT
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah? Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah.
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Dengan masuknya Umar bin Khattab membuat geram kaum Quraisy yang sebelumnya menganggap Umar adalah sosok yang setia kepada kaumnya. Selain itu menjadi berita yang disambut suka cita oleh kaum muslim .
(MZM)