Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Isi Perjanjian Roem Royen mengenai Ditariknya Tentara Belanda dari Yogyakarta
21 Februari 2023 18:14 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Meski demikian, perjuangan tersebut bukan menjadi akhir dari terbebasnya Indonesia dari cengkraman penjajahan Belanda sehingga tercipta Perjanjian Roem Royen. Dengan isi Perjanjian Roem Royen, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta yang diikuti pembebasan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Isi Perjanjian Roem Royen mengenai Ditariknya Tentara Belanda dari Yogyakarta
Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh agresi militer Belanda I dan II, di mana Belanda menyerang Yogyakarta dan menawan beberapa pemimpin Indonesia sebagai tahanan politik. Belanda menyebarkan isu bahwa tentara Indonesia sudah hancur sehingga mendapat kecaman dari dunia internasional.
ADVERTISEMENT
Dampaknya adalah kecaman dari luar negeri membuat Belanda bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan pun pada akhirnya dilaksanakan atas prakarsa dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia.
Dari perundingan tersebut menghasilkan beberapa perjanjian. Seperti yang dikutip dari Top One SBMPTN Soshum 2019 oleh Forum Tentor Indonesia (2018: 208), isi perundingan Roem-Royen adalah:
Dampak Setelah Perjanjian Roem Royen
Setelah Perjanjian Roem Royen, Belanda akhirnya menyepakati semua perjanjian yang ada. Bahkan, pada tanggal 24 Juni 1949, Belanda mengembalikan Yogyakarta ke Indonesia dan pada tanggal 1 Juli 1949, pasukan Belanda di tarik mundur.
ADVERTISEMENT
Pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta akhirnya dikembalikan ke Yogyakarta setelah diasingkan ke luar pulau Jawa. Padahal Mohammad Hatta telah menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948.
Setelah itu, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai dari beberapa tempat di Jawa dan Sumatera hingga terjadi Konferensi Meja Bundar dan mencapai seluruh kesepakatan terkecuali Papua.(MZM)