Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kapan Maulid Nabi Muhammad SAW Diperingati dan Cara Memperingatinya
9 Oktober 2021 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Apakah Anda sudah tahu kapan Maulid Nabi Muhammad SAW akan diperingati pada tahun ini? Ya, setiap kali datang tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam di seluruh dunia merayakan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang biasa disebut dengan Maulid Nabi.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari kalender Hijriyah, maka pastinya kapan Maulid Muhammad SAW akan diperingati adalah di bulan Rabiul Awal alias bulan Oktober 2021 di kalender masehi.
Rasulullah lahir di kota Mekkah saat tahun Gajah dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Sang ayah meninggal dunia sebelum Nabi Muhammad lahir dan ibunya menyusul saat Nabi berusia 6 tahun. Hari kelahiran Rasulullah inilah yang biasa kita peringati dengan nama Maulid Nabi.
Menurut buku Kilau Mutiara Sejarah Nabi, TEMPO Publishing, dalam sejarah Islam perayaan Maulid Nabi sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Ada tiga teori asal usul perayaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kapan Maulid Nabi Muhammad SAW Diperingati?
Di Indonesia, sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW berkembang pada masa Wali Songo atau sekitar tahun 1404 masehi. Perayaan tersebut dilakukan demi menarik hati masyarakat memeluk agama Islam.
Pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW di tahun ini jatuh pada 12 Rabiul Awal yaitu tanggal 19 Oktober 2021. Di Indinesia, peringatan maulid nabi merupakan salah satu hari yang biasanya ditetapkan menjadi hari libur nasional.
Cara Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
Di setiap daerah di Indonesia, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Secara umum, perayaan akan dilakukan dengan mengadakan pengajian di masjid, majelis taklim, atau musala.
Perbedaan cara memperingati tersebut tentunya tidak bisa lepas dari budaya atau tradisi dari masing-masing masyarakat. Setiap daerah di Indonesia, memiliki adat istiadat yang telah dilakukan sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu merupakan aset yang selalu dijaga keberadaannya hingga sekarang dan harus terus dilestarikan.
ADVERTISEMENT
Contohnya, warga di daerah Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, memiliki tradisi tersendiri yaitu dengan melakukan kirab Ampyang di depan Masjid Wali. Awalnya kegiatan ini merupakan media penyiaran agama Islam di wilayah tersebut. Tradisi itu dilakukan oleh Ratu Kalinyamat dan suaminya Sultan Hadirin.
Tradisi memperingatinya yaitu dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan ampyang atau nasi dan krupuk yang diarak keliling Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat. Nantinya, masing-masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian, seperti visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada saat berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa. Saat akhirnya sampai di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus serta hasil bumi didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapatkan berkah.
ADVERTISEMENT
Sementara, pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Grebeg Mulud. Kata gerebeg artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Puncak dari upacara ini adalah iringan gunungan yang dibawa ke Masdjid Agung. Setelah di masjid digelar doa dan upacara persembahan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagian gunungan dibagi-bagikan pada masyarakat umum dengan jalan diperebutkan.
Berbeda lagi dengan di Gorontalo, cara memperingati Maulid Nabi dilakukan dengan tradisi walima. Walima adalah tradisi tua semasa kerajaan-kerajaan Islam ada, yang dilaksanakan turun-temurun antargenerasi. Walima merupakan tradisi lama yang hingga kini masih terpelihara dengan baik.
ADVERTISEMENT
Masyarakat muslim menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah menuju masjid terdekat. Kue khas walima, yakni kolombengi dan kue tradisional lainnya dikemas dalam plastik, ditata, dan dihias sebelum diarak dengan mobil yang mampu menarik perhatian ribuan warga yang memadati tepi jalan. Setelah doa di Masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut direbut atau dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah. (DNR)