Kisah di Balik Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2021 16:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pexels.com - kisah lengkap di balik penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
zoom-in-whitePerbesar
pexels.com - kisah lengkap di balik penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
ADVERTISEMENT
Peristiwa pembacaan naskah proklamasi oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 tentu tidak terlepas dari kisah di balik penyusunan teks proklamasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum proses penyusunan teks proklamasi dimulai, rombongan Ir. Soekarno yang berhasil dilepaskan dari pengamanan para pemuda di Rengasdengklok dibawa ke ibukota. Rombongan Ir. Soekarno tersebut sampai di Jakarta sekitar pukul 23.00. Mereka langsung dibawa menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno.

Kisah di Balik Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Rumah Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri yang menyanggupi untuk memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya. Sebagai seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang perwira Angkatan Darat , Maeda memiliki pandangan yang lebih tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit pikirannya.
ADVERTISEMENT
Setelah mencoba berbicara pada pihak Jepang (diwakili oleh Mayor Jenderal Nishimura) dan gagal, Soekarno dan Hatta merasa tidak akan ada gunanya lagi membahas tentang kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda.
Di ruang makan rumah Laksamana Maeda dimulailah penyusunan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo, 1978, Soekarno yang menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Sementara Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks Proklamasi adalah masukan dari Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Hatta.
ADVERTISEMENT
Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah kelompok yang berada di ruang makan selesai melakukan penyusunan teks Proklamasi, mereka pindah ke serambi muka untuk menemui tokoh-tokoh lainnya yang berkumpul di situ. Soekarno menyarankan agar mereka bersama-sama menandatangani teks proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran itu diperkuat oleh Hatta dengan mengambil contoh pada Declaration of Independence Amerika Serikat.
Namun, usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya budak-budak Jepang ikut menandatangani teks proklamasi. Hadirlah Sukarni yang mengusulkan agar penandatangan teks proklamasi itu cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin. Teks proklamasi yang sudah diketik oleh Sayuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
ADVERTISEMENT
Kisah selanjutnya adalah yang sudah kita ketahui dengan baik, pada pagi harinya setelah kembali ke rumah Ir. Soekarno, pembacaan teks proklamasi tersebut dilaksanakan. Indonesia sudah merdeka dan terbebas dari segala jajahan bangsa lain. (DNR)