Konten dari Pengguna

Mendalami Sastra Jawa melalui Huruf Hanacaraka

Berita Terkini
Penulis kumparan
10 Januari 2022 20:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://flickr.com/photos/131257913@N06/ - Huruf hanacaraka
zoom-in-whitePerbesar
https://flickr.com/photos/131257913@N06/ - Huruf hanacaraka
ADVERTISEMENT
Huruf Hanacaraka dikenal sebagai sebutan untuk sejumlah aksara serumpun yang digunakan di pulau Jawa dan Bali. Istilah ini paling umum digunakan untuk merujuk pada aksara Jawa, tetapi juga digunakan untuk merujuk pada aksara sejenis yang pernah digunakan oleh masyarakat Bali, Sunda di Jawa Barat, masyarakat Madura, dan masyarakat Sasak di Lombok.
ADVERTISEMENT
Deret hanacaraka telah digunakan oleh masyarakat Jawa pra-kemerdekaan setidaknya sejak abad ke-15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.

Mendalami Sastra Jawa melalui Huruf Hanacaraka

Huruf hanacaraka sebagai Aksara Jawa, juga dikenal sebagai Carakan atau Dentawyanjana adalah salah satu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di pulau Jawa.
Aksara Jawa merupakan turunan dari aksara Brahmi India melalui perantara aksara Kawi dan berkerabat dekat dengan aksara Bali. Aksara Jawa aktif digunakan dalam sastra maupun tulisan sehari-hari masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin.
https://flickr.com/photos/12518961@N08/
Aksara ini masih diajarkan di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebagai bagian dari muatan lokal, tetapi dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Melansir dari buku Aji Saka: Kisah Terjadinya Huruf Hanacaraka, Heru Emka, 2002, urutan aksara Hanacaraka membentuk puisi atau pangram empat bait yang menceritakan tentang pertarungan dua abdi Aji Saka hingga gugur. Isi puisinya adalah:
Isi puisi Hanacaraka memiliki makna bahwa para utusan atau manusia wajib menaati tuannya, yakni Tuhan, yang menciptakan mereka. Manusia juga harus rela melaksanakan, menerima, dan melaksanakan kehendak Tuhan.
Huruf Hanacaraka terdiri dari 20 huruf dasar, yang membentuk sebuah puisi atau pangram empat bait, di antaranya:
ha na ca ra ka da ta sa wa la pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat juga 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf utama (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, dan 5 aksara swara (huruf vokal depan).
Ada pula 5 aksara rekan (untuk menulis kata-kata asing), beberapa sandangan sebagai pengatur vokal, beberapa tanda baca dan beberapa huruf khusus. Bentuk pangram ini berguna untuk memudahkan mengingat 20 huruf dasarnya.
Pada zaman dulu, huruf hanacaraka umumnya digunakan dalam sastra Jawa untuk menulis cerita (serat), primbon, tembang (kakawin), dan sejarah (babad) dengan media tulis daun lontar hingga kertas-kertas berilustrasi. (DNR)