Mengenang Sejarah G30S PKI, Tragedi Berdarah dalam Negara Indonesia

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
13 September 2021 10:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Monumen Pancasila Sakti sebagai pengingat peristiwa G30S PKI. Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/
zoom-in-whitePerbesar
Monumen Pancasila Sakti sebagai pengingat peristiwa G30S PKI. Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/
ADVERTISEMENT
Sepanjang sejarah negara Indonesia, banyak terjadi peristiwa pilu dan berdarah. Salah satu peristiwa yang hingga sekarang masih dikenang adalah G30S PKI. Peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965 ketika enam periwira tinggi dan satu perwira menengah TNI Angkatan Darat meninggal.
ADVERTISEMENT

Sejarah G30S PKI

Mengutip buku berjudul Sejarah Hukum Indonesia karangan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. (2021: 183) Peristiwa Gerakan 30 September atau biasa disingkat G30S merupakan peristiwa yang mendahului tumbangnya rezim orde lama atau lengsernya Soekarno sebagaia presiden. Sebelum terjadi peristiwa G30S PKI, pemerintah membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI), dua partai ini yang menjadi pesaing Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal tersebut membuat PKI semakin gencar merekrut anggta baru.
PKI vs TNI AD
Terjadi ketegangan antara PKI dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang dipicu oleh sikap PKI yang memberi sindiran serta kritik terhadap petinggi TNI AD. Selain itu munculnya isu “Dewan Jendral” yang berisikan sejumlah Jendral Angkatan Darat. Para jendral tersebut tergabung dalam Dewan Jendral yang digadang-gadang sedang merencanakan misi untuk menggulirkan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno dikabarkan memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Namun hal tak terduga terjadi, beberapa oknum emosi dengan membunuh para jendral yang diperintahkan Soekarno. Mereka berdalih hendak menyelamatkan Republik Indonesia dari apa yang mereka sebut “Dewan Jendral”.
ADVERTISEMENT
Selain dengan isu Dewan Jendral, terdapat isu bahwa Presiden Soekarno sakit, membuat hubungan PKI dan TNI AD tak kunjung selesai. Terlebih ketika Presiden Soekarno yang mendadak sakit pada bulan Juli sebelum D.N. Aidit mendatangkan tim dokter dari China yang mengatakan bahwa Presiden Soekarna akan mengalami kelumpuhan dan meninggal dunia.
Konflik antara PKI dan TNI AD semakin memanas dengan terbuktinya Dokumen Glichrist yang diambil dari Duta Besar Inggris untuk Indonesia, yaitu Andrew Glichrist, beredar hampir bersamaan dengan isu Dewan Jendral. Dokumen tersebut menyebutkan tentang “Out local army friends” (Teman tentara lokal kita) yang mengesankan bahwa perwira TNI AG dibeli pihak Barat.
Kronologi Peristiwa G30S PKI
Petinggi PKI memutuskan dalam rapat politiknya untuk bergerak bersama bironya pada tanggal 28 September 1965. Pada hari Kamis, 30 September 1965 malam, Pimpinan Letnan Kolonel Untung menerima perintah untuk memanggil paksa Jendral-Jendral yang termasuk dalam anggota PKI, beliau adalah Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa sekaligus pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno, yang melaksanakan suatu perintah untuk menangkap jendral dalam keadaan hidup atau mati.
Monumen Pancasila sakti. Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/
Pembunuhan G30S PKI dimulai dengan menculik dan membunuh tujuh jendral yang terdiri dari:
ADVERTISEMENT
Tiga dari ketujuh jendral yang ditargetkan, dibunuh di rumah masing-masing, yakni Letjen Ahmad Yani, Mayjen M.T. Haryoni dan Brigjen D.I Panjaitan. Ketiga target lainnnya, yakni Mayjen TM Raden Suprapto, Mayjen TM Siswondo Parman dan Brigjen TM Sutoyo Siswomiharjo ditangkap dalam keadaan hidup.
ADVERTISEMENT
Jasad para jendral tersebut kemudian dibuang ke dalam satu lubang berdiameter 75 cm dengan kedalaman 12 meter di suatu lokasi di Pondok Gede yang dikenal dengan sebutan “Lubang Buaya”.
Setelah mengetahui rangkuman peristiwa berdarah G30S PKI diatas, dapat dijadikan pembelajaran berharga Negara Indonesia agar kejadian seperti ini lagi tidak terulang lagi. (MZM)