Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Penjelasan Isi Pasal 378 KUHP tentang Penggelapan Penipuan
5 Maret 2022 21:26 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu, dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengatakali, atau mencari keuntungan. Dikutip dari buku Tindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi Elektronik yang ditulis oleh Aswan (2019: 27), tindakan penipuan merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk ke dalam tindakan yang dapat dikenakan hukum pidana. Penggelapan dan penipuan di Indonesia diatur dalam Pasal 378 KUHP.
ADVERTISEMENT
Nah, artikel kali ini akan membahas lebih lanjut mengenai penggelapan dan penipuan dalam hukum Indonesia.
Penjelasan Isi Pasal 378 KUHP tentang Penggelapan Penipuan
Pasal 378 KUHP menyatakan bahwa, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutan atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun”.
Mengenai kejahatan penipuan pada Pasal 378 KUHP, Soesilo merumuskan hal-hal berikut:
1. Kejahatan ini dinamakan kejahatan penipuan. Penipu itu pekerjaannya:
a. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang.
ADVERTISEMENT
b. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.
c. Membujuknya itu dengan memakai: nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong.
2. Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang tersebut menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.
3. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.
4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuan pun jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut dalam Pasal 367 jo 394.
ADVERTISEMENT
Semoga informasi di atas bermanfaat! (CHL)