Puisi Hari Kemerdekaan Indonesia: Karawang Bekasi oleh Chairil Anwar

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
31 Juli 2021 20:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi puisi. Sumber: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi puisi. Sumber: unsplash.com
ADVERTISEMENT
Chairil Anwar lahir di Medan 26 Juli 1922. Chairil Anwar adalah salah satu penyair legendaris di Indonesia. Kita mengenal sajak-sajaknya saat kita masih di bangku sekolah. sajaknya sering dijadikan bahasan topik puisi dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Karya-karya Chairil Anwar juga sering dibacakan di depan umum, baik dalam perlombaan baca puisi atau dalam acara peringatan kemerdekaan.
Berdasarkan buku Chairil Anwar, Penyair Legendaris oleh Neni Suhaeni (Nuansa Cendekia, 2020:35-36), Chairil Anwar seringkali disebut sebagai pelopor angkatan 45 dalam sastra Indonesia. Selain itu, ia juga dinobatkan sebagai pelopor puisi modern Indonesia. Karya-karya Chairil Anwar tidak hanya dibaca di Indonesia namun juga diterjemahkan ke berbagai bahsa asing.
Hal ini membuktikan, Chairil Anwar bukan hanya penyair legendaris di negara salnya namun juga sudah diakui dunia. Meskipun hidupnya tergolong singkat dan meninggal dalam usia muda, Chairil Anwar tetap meninggalkan jejak yang sangat berarti bagi dunia sastra dan kepenyairan di Indonesia.

Puisi Karawang Bekasi oleh Chairil Anwar

Salah satu puisi karya Chairil Anwar yang sering dibacakan dan dibahas menjelang peringatan Kemerdekaan adalah Karawang Bekasi. Berikut ini adalah puisi Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar:
ADVERTISEMENT
Krawang-Bekasi
oleh Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi,
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinsing yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi kami adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
ADVERTISEMENT
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi. (IND)