Konten dari Pengguna

Resensi Novel Negeri 5 Menara dan Unsur-unsurnya

Berita Terkini
Penulis kumparan
8 Mei 2022 15:05 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Resensi Novel Negeri 5 Menara, Foto: Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Resensi Novel Negeri 5 Menara, Foto: Unsplash.
ADVERTISEMENT
Resensi adalah suatu kegiatan membahas, mengkritik, menilai, dan mengungkapkan isi yang ada dalam buku dengan bentuk sinopsis, kritikan atau data-data mengenai karya dari seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku. Resensi dianggap penting sebelum kita memutuskan apa yang ingin kita baca atau tonton. Lalu bagaimana resensi novel 5 menara? Apa saja unsur-unsur yanga da didalamnya? Simak resensi novel Negeri 5 Menara beserta unsur-unsurnya dalam artikel berikut ini.
ADVERTISEMENT

Resensi Novel Negeri 5 Menara

Sinopsis
Dilansir dari laman passinggrade.co.id, berikut resensi sinopsis pada buku novel negeri 5 menara:
Judul Novel : Negeri 5 Menara
Pengarang : Karya A.Fuadi
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun, Amak menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur : PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
ADVERTISEMENT
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di PM
(pondok madani )mampu mengubah pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. ” mantera” sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur’an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
ADVERTISEMENT
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa, sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta. Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.
Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…
Resensi Novel Negeri 5 Menara, Foto: Unsplash.

Unsur-unsur Negeri 5 Menara

1. Tema
ADVERTISEMENT
Salah satu keunggulan dari novel ini adalah memiliki tema yang bagus. Membuat orang ingin tahu mengenai dunia pesantren.
2. Alur
alur yang digunakan adalah campuran. Di mana tokoh utama (Alif Fikri) kilas balik dari ingatannya akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini. Sangat bagus dan menarik, sehingga membuat pembaca sulit menebak peristiwa yang terjadi selanjutnya. Dan juga bisa membuat pembaca penasaran serta mengundang antusias pembaca untuk membaca novel ini.
3. Latar
ADVERTISEMENT
4. Penokohan/watak
ADVERTISEMENT
5. Amanat
Tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua atas izin Allah dan usaha manusia. Buku ini telah menjadi bukti yang inspiratif.
6. Sudut Pandang
Pelaku utama Orang pertama (“Aku yang dulunya egois dan cepat marah, sekarang menjadi Alif yang bijaksana dan selalu berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu”)
8. Gaya Bahasa
Personifikasi (“Satu persatu kawan pun datang dari negeri 5 menara dan terkenanglah kembali masa kecil”).
Demikianlah resensi novel negei 5 menara karya A. Fuadi. Buku ini menceritakan mengenai dunia pesantren. Banyak hal yang baru kita ketahui mengenai pesantren bagaimana. Ceritanya juga dikemas dengan bagus, membuat orang yang membaca semakin penasaran mengenai halaman-halaman selanjutnya.