Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rumah Laksamana Maeda: Saksi Sejarah Perumusan Teks Proklamasi
14 Agustus 2021 16:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perumusan teks proklamasi terjadi setelah Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dikembalikan ke Jakarta dari Rengasdengklok pada 16 Agustus. Seusai peristiwa tersebut, baik golongan muda maupun golongan tua sepakat agar proklamasi segera disusun dan diumumkan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mereka pun mencari tempat yang dirasa cukup aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945.
Mengapa di kediaman Laksamana Tadashi Maeda?
Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka.
Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Saat itu, Ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda.
ADVERTISEMENT
Rumah Laksamana Maeda Sebagai Saksi Sejarah Perumusan Teks Proklamasi
Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis, disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta. Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda.
Selain karena alasan kedekatan Maeda dan Ahmad Soebardjo, rumah Laksamana Maeda dipilih karena rumah tersebut memiliki hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga Soekarno dan Hatta bisa tetap aman.
Di ruang makan Laksamana Maeda itulah dimulai perumusan teks proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Bung Karno bertindak sebagai penulis konsep teks proklamasi tersebut. Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya naskah diketik oleh Sayuti Melik. Setelah teks proklamasi selesai diketik segera dibawa kembali ke ruang pengesahan atau penandatanganan naskah proklamasi. Di ruang ini, naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Peristiwa ini berlangsung menjelang waktu subuh, hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan pada bulan suci Ramadan. Atas pertimbangan keamanan, Soekarno mengumumkan bahwa pembacaan teks proklamasi diadakan di halaman depan rumah kediamannya, Jalan Pengangsaan Timur no.56, pukul 10.00 WIB. Lokasi tersebut kini diabadikan sebagai Taman Proklamasi.
Beralih Fungsi Menjadi Museum
Sebelum menjadi rumah Laksamana Tadashi Maeda, bangunan tersebut dipakai sebagai kediaman resmi Konsulat Kerajaan Inggris. Rumah yang dibangun pada 1927 ini, adalah salah satu dari empat rumah tinggal besar di sekitar Taman Surapati. Rumah-rumah tersebut dirancang oleh arsitek yang sama, yaitu Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Saat pendudukan Jepang di Indonesia, rumah itu beralih fungsi menjadi kediaman Laksamana Tadashi Maeda sejak 1942 hingga 1945.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun kemudian, rumah itu kembali ke fungsi awal sebagai rumah Duta Besar Inggris. Saat akhirnya kontrak Rumah Duta Besar Inggris akan berakhir, pada Desember 1981 diadakanlah Rapat Koordinasi yang melibatkan pihak Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Sekretariat Negara untuk membahas pengalihfungsian gedung ini.
Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto saat itu menyatakan bahwa rumah itu diusulkan menjadi museum . Selama proses kajian pendirian museum, gedung itu sementara digunakan sebagai kantor Perpustakaan Nasional sebelum gedung Perpustakaan Nasional yang baru di Jalan Salemba selesai dibangun.
Sebuah tim dibentuk pada Oktober 1984 untuk merealisasikan bangunan di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 Jakarta menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Untuk memperkuat nuansa tampilan dan kondisi rumah sesuai dengan konteks peristiwa di 16 Agustus 1945, maka tim kajian menghubungi pihak Kedutaan Besar Jepang untuk mencari tahu keberadaan saksi pelaku yang pernah tinggal bersama Laksamana Tadashi Maeda. Sampai akhirnya pada 1985 Ibu Satsuki Mishima yang saat itu bertugas sebagai Sekretaris Urusan Rumah Tangga datang ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Pada 26 Maret 1987, pengelolaan gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bekas rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 pun ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (DNR)