Konten dari Pengguna

Salam Agama Buddha yang Sering Dipakai untuk Pembuka Pidato

Berita Terkini
Penulis kumparan
13 November 2021 17:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi salam agama Buddha sumber gambar: https://www.unsplash.com/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi salam agama Buddha sumber gambar: https://www.unsplash.com/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salam agama Buddha merupakan salam yang umumnya digunakan sebagai pembuka pidato di acara-acara resmi. Jika pernah menyimak pidato formal berbasis kenegaraan, tentu kita sudah tidak asing dengan salam pembuka yang sering diucapkan oleh para pejabat.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Handbook Ilmu Parisiwata (2019), salam pembuka yang diucapkan oleh para pejabat yaitu Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semuanya, Shalom. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Salam Kebajikan.

Salam Agama Buddha yang Sering Dipakai untuk Pembuka Pidato

Salam pembuka tersebut juga sering disebut sebagai salam lintas agama karena memadukan berbagai salam dari berbagai agama, termasuk salam dari agama Buddha. Salah satu alasan para pejabat mengucapkan salam lintas budaya adalah untuk menghormati setiap anggota forum yang terdiri dari beragam suku dan agama.
Hal ini sekaligus dimaksudkan untuk membentuk hubungan yang harmonis meskipun masyarakat memiliki latar belakang agama yang berbeda-beda. Seperti yang kita tahu, salam mempunyai makna yang esensial dan mendalam bagi umat beragama di Indonesia, tidak terkecuali oleh umat Buddha.
ADVERTISEMENT
Literatur tentang Salam Agama Buddha
Ilustrasi salam agama Buddha sumber gambar: https://www.unsplash.com/
Bagi umat Buddha, Namo Buddhaya bukanlah suatu salam yang diucapkan untuk menyapa seseorang. Kalimat salam tersebut lebih bersifat sakral karena ditujukan untuk memberi penghormatan kepada Buddha.
Namo Buddhaya berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “Terpujilah Buddha”. Jika ditelisik dari segi sejarah, kalimat ini tidak ditemukan di Tipitaka maupun di kitab komentarnya.
Namun, kalimat salam tersebut dapat ditemukan di literatur Pali, seperti Saddanitippakarana. Jika dianalisis lebih lanjut, kata “Namo” merupakan suatu kata benda yang artinya “Pujian, penghormatan, atau sujud”.
Masyarakat Buddha meyakini bahwa ada tiga jenis penghormatan, yakni penghormatan secara verbal, fisik, dan juga batin. Adapun mengucap “Namo Buddhaya” termasuk bentuk penghormatan secara verbal atau lisan.
ADVERTISEMENT
Itulah salam agama Buddha yang umumnya diucapkan sebagai pembuka pidato. Salam Buddha menjadi salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh umat beragama Buddha. Salam ini sekaligus memperkaya keberagaman Bangsa Indonesia sebagai Negara multikultural.
(DLA)