Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Sebutan Kerja Paksa Tanpa Upah pada Masa Pemerintahan Jepang
30 Mei 2024 17:17 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Kerja Paksa Tanpa Upah bagi Pemimpin dan Tokoh Masyarakat pada Masa Pemerintahan Jepang Disebut dengan. Foto: dok. Unsplash/Esteban Castle](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hz4ervx3p6vmzktgtbgaxghq.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pekerja yang diperintahkan untuk menjalankan romusha tidak dibayar. Bahkan para pekerja juga tidak diberikan makanan yang cukup.
Kerja Paksa Tanpa Upah yang Diberlakukan pada Masa Pemerintahan Jepang
Dikutip dari dalam buku berjudul Bangkalan dalam Lintasan Enam Zaman dari Prasejarah Sampai Kemerdekaan, Dr. Mustakim, S.S., M.Si. (2023: 135), Jepang juga banyak mengeluarkan kebijakan yang diterapkan kepada rakyat Indonesia .
Salah satunya adalah penerapan kerja paksa yang diberlakukan bagi kaum pribumi. Kerja paksa tanpa upah bagi pemimpin dan tokoh masyarakat pada masa pemerintahan jepang disebut dengan romusha.
Romusha juga disebut sebagai sistem kerja paksa zaman Jepang yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut karena setiap kegiatan dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang . Adanya romusha ini menyebabkan banyaknya korban meninggal, baik karena wabah penyakit maupun kelaparan.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari dalam buku berjudul Peristiwa Mandor Berdarah, Syafaruddin Usman Mhd, Isnawita Din (2009: 33), romusha adalah sebuah kata Jepang yang berarti serdadu pekerja. Perekrutan para serdadu pekerja di Indonesia merupakan kelanjutan dari apa yang telah dilakukan Jepang di berbagai wilayah yang telah dikuasainya.
Pihak Jepang secara teratur membentuk kelompok-kelompok penduduk pribumi untuk menjadi buruh kasar di bawah pengawasan Jepang. Mulanya, tenaga kerja untuk romusha bersifat sukarela dan terdiri atas pengangguran yang sedang mencari kerja.
Gelombang pertama rombongan romusha dilepas dengan upacara kebesaran, tetapi gelombang selanjutnya tidak diadakan upacara. namun ketika kebutuhan Jepang akan tenaga romusha terus meningkat, Jepang tidak lagi mengandalkan tenaga sukarelawan.
Pihak Jepang memerintahkan para kepala desa untuk menyediakan warganya dalam menjalankan tugas romusha tersebut. Bahkan pasukan Jepang melakukan razia dan mengambil siapapun yang tertangkap di jalan untuk mengisi tenaga kerja romusha.
ADVERTISEMENT
Para pekerja romusha diperlakukan dengan tidak pantas. Bahkan disebut lebih kejam dibandingkan pekerja rodi di zaman Daendels. Mereka dipekerjakan tanpa kenal waktu dengan bahan makanan yang sangat terbatas.
Para pekerja romusha diperintahkan untuk membuat kubu-kubu pertahanan, terowongan bawah tanah di daerah perbukitan, lapangan terbang, dan bangunan militer di garis depan. Jumlah tenaga romusha cepat menyusut baik karena mati kelaparan dan terserang penyakit maupun karena dibunuh.
Pembahasan mengenai kerja paksa tanpa upah bagi pemimpin dan tokoh masyarakat pada masa pemerintahan Jepang disebut dengan romusha ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan yang bermanfaat mengenai sejarah. (DAP)