Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Sejarah dan Perkembangan Hanacaraka Sunda
14 Januari 2022 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Adanya aksara hanacaraka Sunda menunjukkan kesaksian adanya kecakapan tradisi tulis-menulis di kalangan masyarakat Sunda . Hal ini sekaligus membuktikan adanya kesadaran yang tinggi dari para pendahulu masyarakat Sunda tetang pentingnya penyampaian informasi hasil ketajaman wawasan, pikiran, dan perasaan mereka berupa gagasan atau ide-ide yang mereka rekam melalui sarana bahasa dan aksara pada setiap kurun waktu yang dilaluinya.
ADVERTISEMENT
Kecakapan masyarakat dalam tulis-menulis di wilayah Sunda dengan menggunakan aksara Sunda telah diketahui keberadaannya sejak sekitar abad ke-5 Masehi, pada masa Kerajaan Tarumanagara. Hal itu tampak pada prasasti-prasasti dari zaman itu yang sebagian besar telah dibicarakan oleh dalam buku Versvreide Geschriften; Inschripties van den Indichen Archipel, Kern, 1917.
Naskah-naskah tertua yang ditemukan dari wilayah Tatar Sunda ini berasal dari sekitar abad ke-14 hingga abad ke-16 Masehi. Penemuan sejarah naskah-naskah Sunda selanjutnya hingga abad ke-20 telah dicatat dalam beberapa laporan berupa buku katalog naskah yang dikerjakan oleh Juynboll (1899, 1912), Poerbatjaraka (1933), Pigeaud (1967-1968, 1970), Sutaarga (1973), Ekadjati dkk. (1988), Viviane Sukanda-Tessier & Hasan Muarif Ambary (1990), dan Ekadjati & Undang A. Darsa (1999).
ADVERTISEMENT
Perkembangan Hanacaraka Sunda
Urutan abjad aksara Sunda Kuno berbunyi kaganga cajanya tadana pabama yarala wasaha, jadi ada 18 buah aksara pokok ngalagena ditambah 7 buah aksara swara (a, é, i, o, u, e, dan eu). Susunan bunyi aksara kaganga seperti ini sama dengan susunan bunyi aksara di wilayah Sumatera, juga aksara Jawa Kuno.
Aksara Sunda berjumlah 32 buah yang terdiri atas 7 aksara swara 'vokal mandiri' (a, é, i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena 'konsonan' (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za,).
Aksara swara adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah sukukata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun sukukata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Jadi, aksara Sunda ini bersifat silabik, yakni tulisan yang dapat mewakili sebuah kata dan sukukata.
ADVERTISEMENT
Perkembangan mengenai keberadaan dan fungsi aksara Sunda dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa Barat, sudah dikukuhkan dan disahkan oleh pemerintah dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 434/SK.614-Dis.PK/99 mengenai Pembakuan Aksara Sunda. Adapun Perda nomor 6 tahun 1996 tersebut kini sudah disesuaikan lagi dengan situasi dan kondisi saat ini menjadi “Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003” Tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah yang diikuti dengan petunjuk pelaksanaan dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomer 3 Taun 2004. (DNR)