Sejarah Qurban yang Menjadi Awal Mula Peringatan Hari Raya Idul Adha

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
8 Juli 2022 17:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sejarah qurban Idul Adha. Foto: unsplash.com/qammafarm
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sejarah qurban Idul Adha. Foto: unsplash.com/qammafarm
ADVERTISEMENT
Idul Adha adalah salah satu hari besar dalam agama Islam. Idul Adha yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah berdasarkan penanggalan Hijriah, menjadi hari di mana umat Islam di seluruh dunia memperingati penyembelihan hewan qurban dari kisah 3 manusia agung, yaitu Nabi Ibrahim As, Hajar, dan putranya yang bernama Ismail As. Lantas, bagaimanakah sejarah qurban yang menjadi awal mula peringatan hari raya Idul Adha?
ADVERTISEMENT

Sejarah Qurban yang Menjadi Awal Mula Peringatan Hari Raya Idul Adha

Dikutip dari buku Dakwah Bil Qolam karya Mohamad Mufid (2020), peristiwa awal mula qurban tertulis secara jelas di Al-Quran Surat Ash-Shaffat ayat 100-111 yang menceritakan qurban dan pengorbanan.
Dikisahkan ketika Nabi Ibrahim as menikah dengan Sarah, Allah menguji mereka dengan penantian kehadiran buah hati yang sangat lama. Mereka sabar menanti hingga beberapa puluh tahun. Meskipun begitu mereka tetap sabar dan tegar, tidak pernah mengeluh, berprasangka buruk dan kecewa. Setiap hari, setiap waktu Nabi Ibrahim as dan istrinya senantiasa berdo'a, "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh" (QS Ash-Shaffat 100).
Di kemudian hari, istrinya Sarah yang begitu setia menawarkan kepada suaminya Ibrahim untuk menikahi wanita bernama Hajar. Dengan izin Allah, setelah menikah dengan Hajar, lahirlah seorang anak yang diberinama Ismail. Allah SWT berfirman, “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” (QS. Ash-Shaffat: 101)
ADVERTISEMENT
Nabi Ibrahim as dan istrinya Hajar sangat gembira dengan hadirnya seorang anak yang tampan. Namun di tengah kegemberiaannya itu, lagi-lagi Allah SWT kembali mengujinya dengan perintah yang sangat berat. Nabi Ibrahim mendapatkan amanah untuk pergi bersama istrinya Hajar dan anaknya Ismail ke Makkah. Demi mengerjakan titah Allah SWT, tiga manusia agung itu harus berjalan kaki menempuh perjalanan kurang lebih 2000 km dari negeri Syam yang sekarang menjadi Syria, Palestina, Jordania dan Lebanon menuju jazirah tandus, yang oleh Al Qur'an disebut sebagai lembah yang tak ditumbuhi tanaman apapun. Namun karena ketaatannya Nabi Ibrahim, mereka melaksanakan perintah tersebut dengan tulus dan ikhlas.
Setelah sampai di Makkah, lagi-lagi Ibrahim kembali diuji ketaatannya oleh Allah SWT. Nabi Ibrahim as disuruh meninggalkan istrinya dan Ismail yang masih bayi dengan kondisi tanah yang gersang, tidak ada tanaman dan mata air. Namun Nabi Ibrahim tetap tegar dan menyerahkan semuanya kepada Allah ta'ala. Setelah mendapatkan penjelasan dari suaminya Ibrahim, maka Hajar pun bisa menerimanya meskipun perasaan hatinya pilu dan sedih.
ADVERTISEMENT
Ketika pembekalan Hajar sudah mulai menipis dan habis, Ismail yang masuh bayi menangis kehausan dan merasakan lapar. Hajar pun panik berlari-lari antara Shafa dan Marwah mencari sumber air. Peristiwa inilah yang dikenal dengan ibadah sa’i dengan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah.
Ilustrasi sejarah qurban Idul Adha. Foto: unsplash.com/taliwang_mengaji
Saat Ismail berusia 9 tahun (ada yang mengatakan 13 tahun) yang bertepatan dengan malam 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya seseorang berkata padanya, “Wahai Ibrahim, tepatilah janjimu!” Setelah bangun di pagi hari, beliau berpikir sambil terangan-angan dan berkata pada dirinya, “Apakah mimpi itu dari Allah ataukah dari setan?” Kemudian hari tersebut dinamakan yaumut tarwiyyah atau hari tarwiyyah yang artinya mengaingat masa lalu.
Kemudian pada malam harinya beliau tidur dan kembali bermimpi seperti mimpi yang pertama. Setelah terbangun pada keesokan harinya, beliau mengetahui bahwa mimpi tersebut berasal dari Allah. Dan pada hari itu (tanggal 9 Dzulhijjah) dinamakan yaumul arofah atau hari arofah. Pada malam harinya beliau pun bermimpi dengan mimpi yang sama seperti sebelumnya. Setelah terbangun pada keesokan hari, beliau baru menyadari dan yakin bahwa mimpi tersebut benar-benar perintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail as. dan pada hari itu (tanggal 10 Dzulhijjah) dinamakan yaumun nahr atau hari nahr.
ADVERTISEMENT
Nabi Ibrahim pun tidak mau menunda-nunda perintah Allah. Ketika Nabi Ibrahim mengajak putranya untuk disembelih, beliau berkata kepada Hajar "Pakaikanlah anakmu dengan pakaian yang bagus, karena sesungguhnya aku akan pergi bersamanya untuk bertamu!" Hajar pun memberi Nabi Ismail dengan pakaian yang bagus, memberinya wangi-wangian, dan menyisir rambutnya. Kemudian Ibrahim pergi bersama Nabi Ismail dengan membawa sebuah pisau besar dan tali ke arah tanah Mina.
Pada hari itu Iblis lebih sibuk menyusun strategi dan rencana untuk menggagalkan niat baik Ibrahim. Pada waktu itu Nabi Ismail sedang berlari-lari di depan beliau dan bertanya, "Apakah kamu tidak melihat tegaknya anakmu ketika ia berdiri? Lihatlah ia begitu tarnpan dan lembut tingkah lakunya.” Nabi Ibrahim berkata 'Iya, tetapi aku diperintah untuk menyembelihnya.” Iblis pun tak kuasa menggoda Nabi Ibrahim.
ADVERTISEMENT
Kemudian iblis pergi menemui Hajar dan berusaha membujuk agar suaminya (Ibrahim) mengurungkan niatnya. Sadar usahanya gagal, iblis mendatangi Ismail dan berusaha menggodanya. Namun lagi-lagi usahanya gagal.
Setelah sampai di tanah Mina, Nabi Ibrahim berkata kepada putranya yang termaktub dalam Al-Quran Surat Ash-Shoffat ayat 102 “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikiranlah apa pendapatmu”. Jawan Ismail, “Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan menemuiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 103)
Setelah benar-benar yakin dan siap menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim membaringkan putranya Ismail untuk disembelih seperti layaknya kambing sembelihan. Dan kejadian itu terjadi di atas batu besar di Tanah Mina. Nabi Ibrahim meletakkan pisau besar besarnya di leher putranya. Kemudian beliau menyembelih leher putra beliau dengan kuat. Akan tetapi atas izin Allah pisau tersebut tak mampu memotong leher Nabi Ismail bahkan menggoresnya pun tidak.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat keseriusan dan ketaatan keduanya, maka Allah berfirman dalam Surat Ash-Shoffat ayat 104-111 yang memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengganti Ismail dengan seekor domba.
Demikianlah sejarah qurban sebagai awal mula Idul Adha yang dipetingati setiap. Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan dan mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.(MZM)