Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Suntiang Minang: Pengertian, Filosofi, dan Sejarahnya
6 Desember 2021 12:47 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pengertian suntiang minang adalah jenis hiasan kepala yang digunakan oleh wanita Minangkabau, Sumatera Barat. Hiasan kepala ini berbentuk setengah lingkaran yang ornamennya menggambarkan flora dan fauna, misalnya seperti kupu-kupu, burung merak, bunga mawar, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Di Gerbang Stasiun Penghabisan oleh Ahada, dkk (2018), hiasan tersebut menjadi simbol pengantin perempuan yang terbuat dari bahan tembaga, emas, dan perak. Namun, saat ini suntiang telah modifikasi menggunakan aluminium yang di sepuh.
Filosofi Suntiang Minang
Suntiang adalah suatu simbol bahwa seorang perempuan telah melewati masa peralihan dari remaja menjadi perempuan dewasa. Dala hal ini, pengantin perempuan harus mengikuti berbagai ritual adat perkawinan.
Hiasan kepala untuk pengantin perempuan ini disebut juga dengan suntiang gadang. Tingkat kembang suntiang pada pengantin wanita biasanya berjumlah ganjil. Jumlah suntiang yang paling tinggi yaitu sebelas tingkat, sedangkan yang paling rendah yaitu tujuh tingkat.
Jumlah ganjil pada kembang suntiang menjadi ciri khas tersendiri pada pengantin Minangkabau. Demi kepraktisan, biasanya penggunaan hiasan kepala ini disesuaikan dengan bentuk wajah. Meskipun demikian, tingkatan pada suntiang tetap dipertahankan dalam jumlah ganjil sesuai dengan kemauan pengantin.
ADVERTISEMENT
Suntiang memiliki berat sekitar 3,5 hingga 5 kilogram. Namun, di zaman modern ini, suntiang dibuat dengan ukuran yang lebih kecil serta bahan yang lebih ringan, sehingga proses pembuatan dan pemakaiannya menjadi lebih mudah.
Filosofi dari berat suntiang ini melambangkan betapa beratnya tanggung jawab yang akan dipikul perempuan Minang setelah menikah. Tanggung jawab ini tidak hanya sebatas keluarga, melainkan juga lingkungan tempat tinggalnya.
Sejarah Suntiang
Suntiang merupakan hasil akulturasi budaya antara Indonesia dengan Cina. Namun, saat ini suntiang telah menjadi budaya masyarakat Minangkabau, terutama Padangpariaman.
Hal ini tidak terlepas dari keindahan warna dan bentuk pada suntiang tersebut. Umumnya, ragam hias yang dijadikan sebagai ornamen suntiang terinspirasi dari alam yang mencakup unsur kehidupan di darat, udara dan laut.
ADVERTISEMENT
Hal ini sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Minangkabau, “alam takambang jadi guru”. Adapun artinya yaitu semua yang ada di alam luas bisa dijadikan pelajaran atau contoh.
Terlepas dari sejarah dan filosofinya yang dalam, mengenakan suntiang menjadi kebanggaan tersendiri bagi perempuan Minangkabau dalam pernikahannya. Walaupun hiasan kepala tersebut sangat berat, namun, hal ini menjadikan mereka tetap terlihat anggun dan feminin.
(DLA)