Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tujuan Penulisan Kronik oleh Para Musafir dan Pendeta
19 Agustus 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penulisan sejarah di dunia tidak terlepas dari peran para musafir dan juga pendeta. Oleh karena itu, dalam mempelajari sejarah, setiap individu harus bisa jelaskan tujuan penulisan kronik oleh para musafir dan pendeta.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, akan lebih mudah bagi seseorang dalam memahami penulisan kronik atau sejarah itu sendiri. Pasalnya, penulisan sejarah tidak terlepas dari sumber-sumber sejarah yang digunakan.
Jelaskan Tujuan Penulisan Kronik oleh Para Musafir dan Pendeta!
Mengutip dari Buku Pedoman Umum Pelajar Sejarah Rangkuman Inti Sari Sejarah Lengkap SMA Kelas 1, 2, 3 Mengetahui Materi secara Singkat dan Padat Sejarah SMA, Tri Astuti dan Daffa (2015), tujuan penulisan kronik oleh para musafir dan pendeta cenderung berbeda-beda.
Jadi, pendeta merupakan seorang pemimpin agama yang biasa digunakan untuk menyebut pemimpin agama Kristen. Sedangkan musafir atau peziarah merupakan orang yang melakukan suatu perjalanan jauh.
Hal inilah yang membuat para musafir dan pendeta juga tercatat sebagai tokoh yang melakukan penulisan sejarah. Tentunya kedua tokoh mempunyai tujuan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Tujuan penulisan sejarah oleh para musafir merupakan untuk menuliskan keindahan alam serta keramahan penduduk dalam tulisannya.
Sedangkan pendeta menetap serta melakukan penulisan sejarah untuk mengembangkan agama yang dianutnya atau ingin menyelidiki lebih jauh untuk memperdalam ajaran agamanya.
Adapun salah satu pendeta yang memiliki peran luar biasa dalam historiografi Indonesia adalah I-Tsing. Sejarah mencatat perjalanan yang ditulis oleh I-Tsing dijadikan sebagai sumber oleh para ahli dalam mengungkap Kerajaan Sriwijaya dari perkembangan ajaran agama Buddha di Nusantara pada abad ke-7.
Dalam catatannya tersebut I-Tsing mengungkapkan kekagumannya dalam perkembangan agama Buddha di Sriwijaya. Tak hanya itu saja, I-Tsing juga menyarankan para biksu dari negerinya yang hendak menuju Nalanda untuk belajar di Sriwijaya.
ADVERTISEMENT
Kemudian ia juga menuliskan bahwa raja-raja di Nusantara banyak yang memeluk agama Buddha.
Itu dia penjelasan singkat tentang tujuan penulisan kronik oleh para musafir dan pendeta dalam ilmu sejarah. Dengan mempelajari tujuan tersebut, maka akan lebih mudah bagi seseorang dalam menginterpretasi ilmu sejarah. (Anne)