Ini Alasan Mengapa Patung Mesir Kuno Banyak yang Kehilangan Hidung

Konten dari Pengguna
19 Februari 2021 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Unik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Patung-patung raja Mesir kuno. Foto: Arild Finne Nybø via Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Patung-patung raja Mesir kuno. Foto: Arild Finne Nybø via Flickr
ADVERTISEMENT
Patung-patung Mesir kuno telah dibuat sejak ribuan tahun yang lalu. Berbagai ukuran dan bentuk berhasil ditemukan para peneliti dan dipelajari untuk memahami sejarah kehidupan masa lalu.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai patung yang ditemukan, beberapa orang mungkin bertanya mengapa patung Mesir kuno ditemukan dengan hidung yang rusak? Pertanyaan tersebut sering diterima kurator Museum Brooklyn di New York, Edward Bleiberg.
"Kerusakan yang konsisten pada patung menunjukkan bahwa hal ini memiliki tujuan tertentu," kata Bleiberg.
Orang Mesir kuno adalah orang Afrika yang menciptakan peradaban yang khas, stabil, dan tahan lama di sekitar Lembah Nil pada tahun 4400 Sebelum Masehi (SM). Mereka percaya bahwa gambar dan objek yang mewakili bentuk manusia, yang dibuat dalam batu, logam, kayu, tanah liat, atau bahkan lilin dapat diaktifkan untuk menampung kekuatan supernatural.
Benda-benda tersebut ibarat portal penghubung antara dunia nyata dan dunia supernatural, yang membutuhkan ritual agar benda bisa dirasuki roh tertentu.
ADVERTISEMENT
Dalam bahasa Mesir kuno, kata untuk ‘patung’ dan ‘pematung’ menekankan pada gambar yang hidup. Secara harfiah kata ‘patung’ diartikan sebagai ‘sesuatu yang ditimbulkan untuk hidup’, sedangkan pematung adalah ‘orang yang menghidupkan’.
Mayoritas patung, relief, dan gambar ikon tersimpan di makam dan kuil. Pada awalnya, keturunan dari orang yang sudah meninggal memberi 'makan' leluhurnya dengan hadiah, perhiasan atau bahkan makanan sungguhan. Kemudian, manusia mulai mengirim persembahan kepada dewa dengan harapan mereka mendapat perlindungan dari dewa yang disembah.
“Patung adalah tempat di mana manusia bisa bersentuhan langsung dengan dewa atau manusia yang sudah meninggal yang telah diubah menjadi roh dewa,” jelas Bleiberg.
Selain dapat diaktifkan melalui ritual, orang Mesir kuno juga percaya kekuatan patung tersebut dapat dimatikan melalui kerusakan yang disengaja.
ADVERTISEMENT
"Bagian tubuh yang rusak tidak lagi dapat melakukan tugasnya, menjaga leluhur yang masih hidup di bumi," jelas Bleiberg.
Patung tanpa telinga, ia tidak dapat mendengar penyembahnya. Patung tanpa tangan, ia tidak bisa menerima persembahan. Patung tanpa hidung, ia tidak dapat bernapas.
Patung Akhenaten di museum Lauvre. Foto: Joseph Kranak via Flickr
Salah satu tokoh Mesir kuno yang merusak patung adalah Akhenaten yang berkuasa dari 1353–1336 SM. Akhenaten menghancurkan monumen dewa Amun dalam upayanya untuk membuat ulang agama Mesir.
Para penjarah makam juga merusak atau vandalisme dengan memotong salah satu bagian patung untuk mencegah menerima kutukan atau balas dendam. Saat agama Kristen datang, patung, relief, dan ikon dewa Mesir kuno lainnya dirusak untuk mencegah setan-setan Pagan bangkit kembali.
"Pencitraan di ruang publik adalah cerminan dari siapa yang memiliki kekuatan untuk menceritakan kisah tentang apa yang terjadi dan apa yang harus diingat," tambah Bleiberg.
ADVERTISEMENT
(MRT)