Wabi Sabi, Filosofi Jepang yang Menghargai Kehidupan

Konten dari Pengguna
5 Juni 2021 13:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Unik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bangunan yang menggunakan konsep Wabi Sabi. Foto: Flickr/Julien Seguinot
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bangunan yang menggunakan konsep Wabi Sabi. Foto: Flickr/Julien Seguinot
ADVERTISEMENT
Wabi Sabi dipopulerkan oleh masyarakat Jepang untuk menerima kehidupan yang tidak sempurna.
ADVERTISEMENT
Wabi Sabi adalah sebuah filosofi agama Buddha mengenai kefanaan, penderitaan, dan kekosongan.
Filosofi Jepang kuno ini cocok bagi kamu yang merasa tidak pernah puas dan berakhir kurang bahagia.

Arti Wabi Sabi

Ilustrasi Wabi Sabi yang menikmati keindahan sebuah wadah yang mulai rusak karena waktu. Foto: Flickr/Luciano Terzi
Mengutip dari Japana Home, Wabi Sabi merupakan filosofi hidup orang Jepang dengan cara menerima ketidaksempurnaan dan memanfaatkan hidup sebaik-baiknya.
Wabi Sabi mendorong kita untuk lebih berfokus pada keberkahan yang dimiliki dibanding berharap kepada hal yang tidak kita terima.
Selain itu, Wabi Sabi sangat cocok diterapkan pada masyarakat modern saat ini yang terus menerus mengejar kesempurnaan. Bisa kita lihat, manusia mengejar berbagai aspek yang pada akhirnya menyebabkan depresi, cemas, dan stres.
Filosofi Jepang ini bisa juga digunakan untuk mengurangi gaya hidup yang sangat konsumtif dan selalu mengikuti tren yang tidak ada habisnya.
ADVERTISEMENT
Keaslian adalah bagian penting yang diangkat Wabi Sabi. Walaupun ada sebuah ketidaksempurnaan, namun mereka menganggap hal itu adalah sebuah lambang waktu telah berlalu.
Wabi Sabi biasa dihadirkan dalam beberapa benda rumah tangga, seperti piring, gelas, meja, dan lainnya. Lalu, terdapat dalam arsitektur bangunan Jepang.

Sejarah Wabi Sabi

Ilustrasi kehidupan sederhana di Jepang. Foto: Desti Nursinta on Unsplash
Dikutip dari laman Medium, Wabi Sabi pertama kali muncul dalam dinasti Tiongkok pada 960-1279 M. Pada awalnya, Wabi Sabi merupakan konsep Buddhisme Zen.
Wabi Sabi mengajarkan tentang penerimaan yang lebih santai mengenai kefanaan dunia dengan menyukai ketidaksempurnaan hidup.
Sebelumnya, Wabi Sabi merupakan konsep yang terpisah. Wabi adalah cara untuk mengapresiasi suatu keindahan. Sementara itu, Sabi adalah penggambaran mengenai waktu yang memengaruhi kerusakan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, barang-barang lama yang sudah rusak dan akhirnya dipandang sebagai keindahan karena penuaan.
Sekitar 700 tahun lalu, penerimaan kekosongan dan ketidaksempurnaan bangsawan Jepang dihormati sebagai suatu langkah awal menuju pencerahan.

Menikmati Ketidaksempurnaan Hidup dengan Wabi Sabi

Ilustrasi Wabi Sabi. Foto: Annie Spratt via Unsplash
Kamu tidak perlu menjadi ahli filosofi Jepang untuk menggunakan prinsip Wabi Sabi dalam kehidupanmu.
Namun, kamu hanya perlu mengubah pandangan mengenai hidup yang awalnya menginginkan sebuah kesempurnaan menjadi sikap menghargai.
Jika menggunakan prinsip hidup Wabi Sabi, maka akan menciptakan hidup yang lebih nyaman dan menenangkan. Wabi Sabi berfokus pada sebuah rasa syukur yang sudah dimiliki dibanding menginginkan hal baru.
Mengubah pandangan hidup ini akan membantu kita untuk selalu merasa damai dan puas tentang apa yang sudah terjadi.
ADVERTISEMENT
Selalu mencintai diri sendiri yang tidak sempurna akan membuat hidup menjadi lebih tenang dan terhindar dari depresi.
Janganlah malu dengan ketidaksempurnaan yang ada di dalam dirimu. Artinya, kamu harus menghargainya karena hidup memang tidak lekat dengan kesempurnaan.
(NSF)