Anies Baswedan: Daftar Kebijakan Kontroversial Selama Menjabat Sebagai Gubernur

Konten dari Pengguna
22 Oktober 2020 10:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anies Baswedan. Foto: Dok. kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan. Foto: Dok. kumparan
ADVERTISEMENT
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta ke-16 yang juga sempat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ke-27 ini telah memberikan sederet terobosan baru bagi pengembangan infrastruktur dan kemajuan DKI Jakarta agar tercipta kota yang aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT
Selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies berkontribusi cukup banyak dalam perombakan wajah Jakarta. Beberapa kebijakan yang diberlakukannya pun dapat dikatakan sebagai kebijakan yang cukup kontroversial dan menjadi bahan pembicaraan. Berikut ini, kebijakan Anies Baswedan yang pernah jadi kontroversi.

Anies Lakukan Penertiban Tanah Abang

Beberapa hari setelah resmi menjabat, akses Jalan Jatibaru di Tanah Abang yang menjadi sumber kemacetan ditutup dan digunakan setengahnya untuk mengakomodasi pedagang kaki lima. Anies memberlakukan kebijakan ini untuk mengurangi titik kemacetan. Meski selama penertiban cukup banyak yang menentang, hasil penertiban ini dapat dirasakan sekarang dengan lalu lintas yang jauh lebih tertata dan penempatan pedagang kaki lima yang lebih terorganisir.
Pasar Tanah Abang. Foto: Dok. kumparan
Ia juga menciptakan kontroversi dengan mengusulkan legalisasi becak. Namun setelah dikecam, Anies berkelit bahwa ucapannya telah dipelintir, ia bukan bermaksud mengizinkan becak masuk kembali ke Jakarta, namun mengatur dan membatasi becak yang sudah ada di jalanan kampung, jika memang daerah tersebut membutuhkan.
ADVERTISEMENT

DP Rumah Rp. 0

Dalam kampanyenya yang dilaksanakan sebelum Ia resmi menjabat, Anies menjanjikan kemudahan bagi warga DKI Jakarta untuk memiliki rumah dengan DP ringan, bahkan nol. Program ini diklaim menarik bagi rakyat karena sulitnya menemukan rumah terjangkau di Jakarta. Namun program ini mengundang banyak kritik dan diketahui memiliki ketidakkonsistenan.
Anies awalnya mengajukan nama DP Nol Persen, yang kemudian dianggap melanggar aturan BI. Ia kemudian mengubahnya menjadi DP Rumah Rp 0, dan kemudian DP Nol, dengan membuat klaim bahwa masyarakat menyalahartikan idenya dan bahwa DP Nol Rupiah tidak sama dengan larangan BI mengenai cicilan DP Nol Persen.
Pendaftaran rumah DP nol persen. Foto: Dok. kumparan
Dalam kebijakan ini Anies juga dianggap tidak konsisten apakah rumah yang ditawarkan tersebut rumah tapak atau rumah susun. Ia berkelit bahwa Pemprov DKI nantinya tidak akan membangunkan rumah, namun hanya memfasilitasi berbagai transaksi perumahan, Namun ini kemudian diralat lagi oleh Sandi bahwa program ini mirip dengan program rumah susun di Singapura, yaitu program pemerintah membangunkan rumah, bukan menjadi fasilitator pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Ide Rumah DP Rp 0 yang dicetuskan Anies dianggap tidak masuk akal karena cicilan DP nya sendiri dianggap berat untuk dipenuhi oleh rakyat kecil, sebesar Rp 2,3 juta rupiah per bulan. Hingga akhir tahun 2019, hanya 780 unit dari target 232.000 unit yang telah terwujud. (LA)