Arti Peribahasa Anak Polah Bapa Kepradah dalam Bahasa Jawa

Konten dari Pengguna
25 Januari 2022 15:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keluarga. (Foto: jarmoluk by https://pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga. (Foto: jarmoluk by https://pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keluarga dalam perspektif masyarakat Jawa adalah sebuah tempat tumbuh kesediaan untuk saling membantu. Oleh karena itu, hendaknya setiap anggota keluarga dapat mengembangkan keutamaan-keutamaan, seperti kasih sayang, kebaikan hati, kemurahan hati, kemampuan ikut merasakan kegelisahan yang lain, rasa tanggung jawab sosial, perhatian akan sesama, belajar berkorban demi orang lain, dan menghayati pengorbanan tersebut sebagai suatu nilai yang tinggi. Sebagaimana yang tertulis dalam peribahasa Jawa ‘anak polah bapa kepradah, bapa kesulah anak kepolah’, seorang anak tidak boleh menyakiti orang tua dan menjadi anak durhaka.
ADVERTISEMENT
Apa arti dari peribahasa Jawa ‘anak polah bapa kepradah’? Nah, artikel kali ini akan membahas lebih lanjut mengenai peribahasa Jawa yang terkenal dalam kehidupan keluarga Jawa.

Mengenal Arti Peribahasa Jawa

Keluarga. (Foto: chillla70 by https://pixabay.com)
Dikutip dari buku MAGUTI: Kajian Simbolisme Budaya Jawa yang ditulis oleh Kodrat Eko Putro Setiawan (2019: 94), ‘anak polah bapa kepradah, bapa kesulah anak kepolah’ memiliki arti, yaitu anak bertingkah, bapak atau orang tua yang bertanggung jawab, orang tua dihukum dengan dihujani tombak, anak ikut merasakannya. Berdasarkan peribahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa begitu besarnya tanggung jawab orang tua kepada anaknya, oleh sebab itu sebagai anak tentu harus berbakti kepada orang tua.
Selain itu, ‘anak polah bapa kepradah’ dapat diartikan juga jika anak melakukan perbuatan buruk, maka orang tua yang akan mendapatkan hukumannya, baik hukuman normatif, aib, beban penderitaan, dan sebagainya. Misalnya, jika anak berkelahi atau melukai orang lain sehingga dituntut untuk menanggung biaya perawatan medis, menghilangkan barang milik orang lain sehingga dituntut untuk mengganti atau menukarnya, dan lain sebagainya. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, pihak yang paling terbebani adalah orang tua.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Seni Mendidik Anak di Era 4.0 yang ditulis oleh Asti Musman (2020: 122), orang tua adalah pihak yang dituntut untuk menanggung perkara yang terjadi akibat perbuatan anaknya. Kesediaan menanggung perkara atau tuntutan tersebut merupakan konsekuensi dari tanggung jawabnya selaku orang tua. Oleh karena itu sebagai anak tentu kita harus selalu berbakti dan hormat kepada orang tua. (CHL)