Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Konten dari Pengguna
Bentuk Perjuangan Pangeran Diponegoro Melawan Belanda
23 Januari 2025 17:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketidaksukaannya terhadap Belanda kemudian mendapat dukung dari rakyat dan memicu terjadinya Perang Diponegoro. Bentuk perjuangan Pangeran Diponegoro menjadi hal yang perlu diketahui masyarakat sebagai tonggak penting dalam sejarah Indonesia.
Mengenal Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo yang merupakan putra sulung Hamengkubuwana II, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Ia disebut lebih menyukai tinggal di Tegalrejo, tempat tinggal eyang buyutnya, yaitu Ratu Ageng Tegalrejo, daripada keraton.
Mengutip buku Ensiklopedia Pahlawan Indonesia dari Masa ke Masa, perlawanan Pangeran Diponegoro dipicu oleh berbagai faktor, yaitu ketika pemerintah Belanda memasang patok di tanah milik eyang buyutnya di Tegalrejo. Ditambah lagi, sikap Belanda tak menghormati adat istiadat setempat dan membebani rakyat dengan pajak besar.
ADVERTISEMENT
Sikap Raden Mas Ontowiryo yang menentang keras Belanda mendapatkan dukungan dari rakyat. Ia pun meninggalkan Desa Tegalrejo menuju Goa Selarang untuk membentuk laskar melawan Belanda.
Hingga akhirnya, pada 1825 terjadilah Perang Diponegoro yang menggunakan taktik perang gerilya. Sejak saat itu, nama Raden Mas Ontowiryo menjadi Pangeran Diponegoro.
Bentuk Perjuangan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun, mulai dari 1825 hingga 1830. Dalam perang ini, Pangeran Diponegoro juga mendapatkan dukungan luas dari masyarakat, terutama petani dan ulama.
Salah seorang ulama besar yang ikut bergerilya dalam perang adalah Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirdjo. Belanda kewalahan menghadapi pasukan Pangeran Diponegoro dan sempat mengubah taktiknya untuk menawarkan perdamaian.
ADVERTISEMENT
Ajukan itu tidak mendapat tanggapan dari Pangeran Diponegoro. Kemudian, Belanda mengadakan sayembara untuk menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati dengan hadiah uang 20.000 ringgit. Namun, usaha tersebut gagal karena rakyat lebih memiliki setiap pada Pangeran Diponegoro.
Sementara itu, Pangeran Diponegoro terus bergerilya di berbagai medan perang, seperti di Kedua, Kulon Progo, Gunung Kidul, Sukowati, Semarang, Madiun, Magetan, dan Kediri.
Dengan menggunakan taktik perang perilya, Pangeran Diponegoro dan pasukannya unggul dalam perang sampai 1827. Kekalahan demi kekalahan menimpa Belada.
Pada 1827, Belanda menerapkan taktik Benteng Stelsel. Taktik ini diterapkan dengan cara mendirikan benteng di setiap daerah yang telah dikuasai Belanda. Taktik ini membawa kemajuan dengan menyerahnya Sentot Alibasyah dan Pangeran Mangkubumi. Namun, Pangeran Diponegoro tetap tidak mau menyerah begitu saja.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Belanda melancarkan taktik meja perundingan, Jenderal de Kock mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding secara rahasia. Jenderal de Kock menginstruksikan jika Pangeran Diponegoro menolak diajak berunding, ia akan ditangkap.
Pada 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. Jenderal de Kock memaksanya untuk menghentikan perang, tetapi Pangeran Diponegoro menolak.
Akhirnya, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran. Pada 11 April 1830, Pangeran Diponegoro ditawan di Staduis, Batavia. Selanjutnya, pada 3 Mei 1830 Pangeran Diponegoro dan istrinya beserta pengikut dibuang ke Manado dengan menggunakan Kapal Pollux.
Pangeran Diponegoro ditawan di Amsterdam. Pada 1834, ia dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makasar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya. Pangeran Diponegoro wafat dan dimakamkan di Kampung Jawa, Makassar, Sulawesi Selatan pada 8 Januari 1855.
ADVERTISEMENT
(SA)