Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Garuda Pancasila dan Sosok Dibalik Perancangan Lambang Negara Indonesia Tersebut
7 Desember 2020 8:53 WIB
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Burung tersebut diketahui berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia. Dalam lambang tersebut terdapat perisai berbentuk seperti jantung yang digantung menggunakan rantai pada leher Garuda. Tidak hanya itu, terdapat juga semboyan bertuliskan 'Bhinneka Tunggal Ika' pada bagian pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Burung garuda melambangkan kekuatan. Sementara warna emas pada burung garuda melambangkan kemegahan atau kejayaan. Dengan semua makna yang terkandung pada setiap bagian di lambang negara Indoesia ini tahukah kamu siap sosok perancangnya?
Sultan Hamid II, Sosok Dibalik Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila
Syarif Abdul Hamid Alkadrie atau biasa dikenal Sultan Hamid II adalah putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, ini mengalir darah Arab. Tidak heran kalau kehidupannya dikelilingi orang-orang asing sehingga dia tidak canggung lagi berbaur bahkan berkiprah di forum global.
ADVERTISEMENT
Ketika Sultan Hamid II menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio, dia ditugaskan Presiden Sukarno merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara. Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio.
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Kemudian terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Namun, karya M Yamin harus tereliminasi karena dalam lambang yang dibuatnya menyertakan sinar-sinar matahari, yang memperlihatkan pengaruh Jepang.
ADVERTISEMENT
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II, Sukarno, dan Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Akhirnya mengganti pita yang dicengkeram Garuda, dengan pita putih yang ditambahkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".
Belum selesai, rancangan ini mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai. Ini dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk rajawali yang menjadi Garuda Pancasila. Pada waktu itu bagaian kepala rajawali masih gundul dan tidak berjambul seperti sekarang.
(RN)