Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Perjuangan Pergerakan Meraih Kemerdekaan Indonesia pada Abad 20
11 Agustus 2021 9:04 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perjuangan pergerakan meraih kemerdekaan Indonesia masih terus berlangsung di abad ke-20. Pasalnya, meskipun tanam paksa sudah dihapuskan sejak tahun 1870, tetapi kehidupan rakyat Hindia Belanda (Indonesia) masih belum membaik.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Pergerakan meraih Kemerdekaan Indonesia pada Abad 20
Dilansir dari situs resmi Kemdikbud, pada akhir abad ke-19, beberapa tokoh Belanda, termasuk C.Th. Van Deventer mulai mengkritik dan menyarankan pemerintah Belanda untuk lebih memperhatikan nasib rakyat di tanah jajahan. Di dalam majalah De Gids yang diterbitkan pada tahun 1899, Van Deventer menulis artikel berjudul “Een Eereschlud" yang berarti Satu Utang Kehormatan.
Menurutnya, pemerintah Belanda sudah terlalu lama mengambil keuntungan besar dari rakyat pribumi Indonesia, sedangkan rakyat pribumi dibiarkan saja menderita begitu lama. Ia pun menyarankan pemerintah Belanda untuk melakukan balas budi dengan memperbaiki kesejahteraan pribumi.
Kritik itu disambut dengan baik oleh Ratu Wilhelmina, yang akhirnya mengeluarkan kebijakan balas budi masyarakat Hindia Belanda, yang disebut Politik Etis.
ADVERTISEMENT
Politik Etis akhirnya dilaksanakan pemerintah Belanda pada awal abad ke-20, melalui 3 program utama, yaitu: irigasi, edukasi, dan emigrasi (transmigrasi). Diharapkan dapat memajukan rakyat pribumi Hindia Belanda, tetapi pada praktiknya tetap terjadi penyimpangan dari tujuan semula.
Alih-alih membalas budi, pendidikan malah lebih difokuskan untuk memperoleh tenaga administrasi yang murah. Selain itu, pendidikan juga terdiskriminasi, karena hanya diperuntukkan bagi anak-anak pegawai negeri dan penduduk yang memang mampu secara finansial.
Kendati demikian, kebijakan balas budi di dalam bidnag pendidikan itu akhirnya melahirkan vanyak golongan intelektual yang jumlahnya terus meningkat hingga akhir Perang Dunia I. Semakin banyak mahasiswa/i Indonesia yang belajar di Belanda daripada zaman-zaman sebelumnya.
Golongan intelektual ini tidak memandang suku dan agama sebagai perbedaan yang mengganggu. Mereka bahkan lebih merasa sebagai kaum yang sama-sama tertindas oleh Belanda, hingga menginginkan kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Golongan intelektual inilah yang memulai Pergerakan Nasional lewat pembentukan organisasi-organisasi modern, yang pastinya berbeda dengan gaya perjuangan rakyat Indonesia sebelumnya.
Deretan organisasi yang dibentuk pun bergerak di dalam berbagai bidang, termasuk politik, pendidikan, dan sosial. Beberapa contohnya adalah Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia.
Berangkat dari organisasi-organisasi bentukan golongan intelektual tersebut, perjuangan pergerakan meraih kemerdekaan Indonesia akhirnya membuahkan hasil manis, yaitu diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 silam oleh Presiden Ir. Soekarno.(BRP)