Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Sejarah Perang Fijar yang Jadi Perang Pertama Rasulullah
21 Januari 2022 20:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninjak usia remaja, beliau mendapatkan pengalaman dalam mengikuti peperangan. Perang tersebut terjadi antara kabilah Quraisy dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais dan ‘Aylan. Perstiwa tersebut kemudian dinamakan Perang Fijar.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimanakah sejarah terjadinya peristiwa perang Fijar yang menjadi perang yang pertama kali diikuti Rasulullah?
Sejarah Perang Fijar yang Jadi Perang Pertama Rasulullah
Dinamakan al-Fijar yakni karena terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku pada bulan-bulan suci. Peperangan ini terjadi tidak hanya satu kali saja, melainkan terjadi sebanyak dua kali. Sebagaimana yang dikutip dari buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW karya Yoli Hemdi (2021).
Pada tahap pertama, terdapat tiga insiden yang menyebabkan perang. Namun Rasulullah pada waktu itu baru berusia 10 tahun. sehingga beliau belum terlibat dalam peperangan tersebut.
Insiden pertama, disebabkan akibat sesumbarnya seseorang bernama Badr bin Ma'syar al-Ghiffariy di depan khalayak. “Saya orang Arab paling mulia. Siapa yang mengaku dirinya lebih mulia daripadaku, pedang akan memenggal kepalanya!” Tantangan ini dijawab oleh Al-Ahmar bin Mazin dari Bani Nashr bin Muawiyah. la menghantam yang sesumbar itu hingga lututnya patah. Maka, peperangan antara dua pendukung pun pecah.
ADVERTISEMENT
Insiden kedua, seorang perempuan Bani Amir yang diperlakukan secara tak scnonoh oleh pemuda Quraisy dari Bani Kinanah sewaktu duduk di Pasar Ukazh. Wanita ini disingkapkan gaunnya, hinga dia pun murka dan mengadukan penghinaan tersebut kepada Bani Amir. Akhirnya terjadi lagi pertumpahan darah berhasil didamaikan oleh Harb bin Umayyah.
Insiden ketiga, perang Fijar yang disebabkan persoalan utang-piutang, yang melibatkan Bani Jasym bin Amir sebagai pihak pengutang dan Bani Kinanah yang memiliki piutang. Karena ada indikasi Bani Jasyim bin Amir yang tidak mau membayar, maka peranglah antar dua suku tersebut.
Pada perang tahap kedua, Rasulullah sudah memasuki usai remaja. Ada yang menyatakan usia beliau 14 tahun, yang lain menyatakan berusia 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Beliau terlibat dalam peperangan yang melibatkan dua kabilah besar, yakni kabilah Hawazin dan kabilah Quraisy. Perang itu dipicu ketika Bani Kinanah (Quraisy) dan Hawazin sama-sama melakukan fujur (durhaka) dengan melakukan pelanggaran terhadap segala sesuatu yang terlarang, dipandang suci dan harus dihormati, khususnya yang berkaitan dengan Ka'bah.
Rasulullah mengingat dengan baik peristiwa itu. Di mana beliau turut membawakan dan memungut anak-anak panah untuk diserahkan kepada paman-pamannya.
Peperangan-peperangan antar-klan maupun suku di Mekkah pra-Islam memang gampang dipicu, baik karena upaya curang untuk perebutan sumber daya maupun perampasan. Selalu saja ada pihak-pihak yang memulai provokasi dan kemudian berujung pertumpahan darah.
Pada akhirnya, ada sebuah kesadaran lebih tinggi muncul, bahwa perang-perang antar kabilah maupun suku yang terjadi, akan memperlemah negeri dan kesejahteraan mereka. Bila tak dicegah, Mekkah akan runtuh dan kehilangan perannya sebagai area perdagangan maupun transit bagi para kafilah dagang yang akan melanjutkan perjalanan bisnisnya, pusat seni, maupun pusat perziarahan bangsa Arabia.
ADVERTISEMENT
Aturan-aturan yang bersifat lebih adil, demi menjaga kepastian keamanan bagi para pedagang dan peziarah yang datang ke Mekkah mulai diwujudkan.
Tentunya, para elite Mekkah ini tidak ingin gaya hidup mereka yang suka berpesta, berjudi, main perempuan, mabuk-mabukan, dan pamer kekayaan maupun kekuasaan terhenti gara-gara peperangan. Kendati demikian, di antara kehidupan Jahiliah pra-lslam, juga masih terkumpul manusia-manusia berbudi luhur yang melihat kesempatan penegakan aturan lewat perjanjian yang menyeluruh sebagai upaya menegakkan hukum yang lebih rasional, manusiawi, dan menjaga moralitas lebih tinggi.
Kesempatan itu datang dengan adanya Ililful Fudbuul, yakni “sumpah membentuk persekutuan sejumlah tokoh masyarakat untuk melawan pihak yang zalim dan membela pihak yang mazlum (yang diperlakukan secara zalim)”. Perjanjian kebulatan tekad atau sumpah setia yang disebut “Hilful Fudbuur” itu disepakati pada bulan suci Dzul Qaidah. Pelopor perjanjian bersejarah ini adalah Abdullah bin Jid'an dan Zubair bin Abdul Muthalib.
ADVERTISEMENT
Hampir seluruh kabilah Qiraisy berkurnpul dan menghadirinya, mereka terdiri dari: Bani Hasyim, Bani al-Muthalib, Asad bin Abdul Una, Zahrah bin Kilaab, dan Tiimy bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jud'an at-Tiimy karena faktor usia dan kedudukannya.
Isi dari perjanjian tersebut menyepakati untuk tidak membiarkan orang yang dizalimi di Mekkah, baik dia penduduk ash maupun pendatang. Apabila hal itu terjadi, mereka akan bergerak menolongnya hingga yang bersangkutan mendapatkan haknya kembali.
Sebagaimana dijelaskan dari ‘Abdullah bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda,
Demikian penjelasan sejarah terjadinya Perang Fijar yang menjadi perang pertama kalinya Rasulullah ikuti. Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan Anda tentang kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (MZM)
ADVERTISEMENT